TAFASHSHAHU: CIPTAKAN RUANG KAPITAL DI RANAH SOSIAL
Wahai orang-orang yang beriman!! apabila dikatakan kepadamu "berilah kelapangan di dalam majelis-majelis, maka lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu..... Q. S. Al-Mujaadalah/058: 11.
Pesan utama ayat ini terkait dengan adab dalam menghadiri majelis ilmu. Setiap jamaah yang hadir hendaklah berlapang-lapang membuka tempat duduk bagi yang hadir. Rasulullah Saw memerintahkan sahabat lain untuk bangkit memberi tempat duduk bagi Ahli Badar. Sementara, orang munafik yang ikut hadir menuduh Nabi tidak adil atas peristiwa tersebut. Rasul pun menjelaskan, bagi siapa yang berlapang-lapang memberi tempat duduk pada Ahli Badar akan diberkahi Allah Swt.
Kata majlis disebutkan dalam bentuk jamak; "majaalis". Ini sebabnya dalam terjemahan kata tersebut diartikan dengan "majlis-majlis:. Artinya, banyak tempat yang dapat diisi oleh manusia, dan banyak tempat juga yang harus diberi ruang dan waktunya pada yang lain. Aktifitas di ruang publik sesuai lintas bidang diperankan oleh masing-masing peran tidak hanya memberi ruang melainkan juga memberi kelapangan ruang bagi yang lain.
Ruang publik adalah peluang yang diperebutkan. Kompetisi di ruang pablik melahirkan berbagai macam peran, ini sifatnya sangat kompetitif. Dalam keberlangsungannya terjadi berbagai macam peristiwa. Tabiat dasarnya manusia sebagai pemburu, tekat untuk mendapat sesuatu ditempuh melalui kecepatan dan ketangkasan.
Sejarah telah mencatat; aktifitas berburu yang dipraktekkan manusia tujuannya untuk mempertahankan hidup. Pemburuan untuk hidup dulunya memburu hewan-hewan yang dapat dimakan di hutan. Hukum rimba berlaku di sini, hewan yang lemah mempertahankan dirinya akan berakhir di ujung tombak sang pemburu. Sementara, binatang yang kuat mempertahankan dirinya berpeluang untuk hidup lama.
Hidup dalam sistem pemburuan seolah-olah menjadikan alam ini bermusuhan dengan manusia. Namun, berbeda dengan manusia; manusia diberi peluang besar untuk memanfaatkan alam ini dalam mempertahankan hidupnya. Tetapi, dalam perjalanannya hukum alam juga diberlakukan. Sebelum manusia mengenal agama aktifitas manusia sangatlah brutal melihat alam. Setelah agama-agama datang membangun peradaban, maka hukum alam yang selama dianut ditata kembali dengan baik.
Islam mengatur kehidupan manusia dari hal kecil sampai pada persoalan besar. Hubungan manusia dengan alam pun ditata dengan baik, lahirlah aturan-aturan agama yang mengatur tata kelola kehidupan antara manusia dengan alam. Dan ini, belaku bagaimana seharusnya manusia memperlakukan binatang buruannya. Lahirlah ilmu yang mengatur hubungan manusia dengan binatang, walaupun manusia diberi peluang untuk memburu binatang tetapi jenis buruannya dibatasi, pada hewan-hewan yang layak dikomsumsi.
Lahirnya aturan agama membangun hubungan harmonis antara manusia dengan hewan. Bahkan tidak hanya sampai disitu, relasi harmonis ini juga berlangsung pada makhluk yang lain seperti tumbuh-tumbuhan, serta makhluk-makluk lainnya, yang terdapat di alam semesta. Dari relasi ini lahirlah sistem ekologi yang tertata dengan baik.
Akhirnya, ekologi ini tidak hanya diikat oleh agama tetapi juga diatur dalam undang-undang kenegaraan, bahkan di lindungi dalam hukum dunia. Dari relasi tersebut dibatasi peluang bagi manusia untuk megekploitasi hewan-hewan, sehingga ada hewan yang dilindungi satwanya. Secara luas berlaku, hutan pun dilindungi. Maka, di sebagian tempat adanya undang-undang perlindungan hutan. Akhirnya, alam pun dimanfaatkan untuk menyimpan oksigen untuk dunia.
Manusia dalam kajian logika disebut dengan hayawanun nathiqun, sifat kebinatangan melekat dalam dirinya. Manusia yang diciptakan sebagai Khalifah di muka bumi juga memiliki karakter dari alam itu sendiri, ada yang mengadopsi sifat hewan; tumbuh, besar, berkembang biak, dan beringas dalam mempertahankan hidupnya. Dan ada juga yang mengadopsi sifat tumbuh-tubuhan; tumbuh, besar, dan berkembang biak.
Terlepas dari itu; sifat manusia sebagai pemburu tidak berhenti disitu. Manusia saling memburu dengan sesamanya. Hidup yang sudah ditata melalui agama, dan diikat dengan undang-undang negara saling berburu masih saja berlaku. Jika dulu aktiftas berburu di hutan, maka kini tempat berburu di pasar-pasa kehidupan.
Ruang selalu menyediakan tempat bagi manusai untuk berburu. Di ruang politik manusia saling berburu kekuasaan, kedudukan, pangkat, dan jabatan. Di ruang pasar, manusia saling berburu pendapatan, ekonomi, baik di lingkup lokal, nasional, dan global, dalam prosesnya saling sikat dan sikut. Kelompok yang kuat mampu mempertahankan pasarnya, sementara yang lemah tersingkir di sudut-sudut ruang, yang kadangkala dibiarkan gulung tikar.
Ruang politik dan kekuasaan membawa manusia saling mendahului kepentingan. Kepentingan yang diperebutkan kadangkala tanpa disadari malah mencelakakan dirinya sendiri. Ruang politik adalah ruang sensional yang dilalui manusia sepanjang hidupnya, disaat manusia berusaha mempertahankan entitas dirinya.
Ruang ini juga membawa kehancuran bagi manusia itu sendiri. Perang yang yang terjadi di belahan dunia manapun adalah ekspresi politik kuasa, yang mana masing-masing pihak beranggapan mempertahankan keberlangsungan hidupnya. Penjajahan di atas muka bumi juga bagian dari manusia mempertahankan hidup, walaupun pada sisi lain mengorbankan pihak-pihak yang sudah berdaulat atas bangsa dan negaranya.
Alat-alat yang teknologi yang diciptakan manusia telah menghancurkan kehidupan manusia itu sendiri. Dengan alasan mempertahankan keberlangsungan hidup, manusia tega membunuh satu sama lain. Bahkan, dengan alasan itu pula manusia saling menyerang satu sama lain dalam berbagai bidang.
Padahal; dalam kenyataannya, hidup ini dipahami sangatlah sederhana. Tetapi, kebanyakan di luar sana memahami hidup ini adalah ancaman yang nyata. Dengan itulah, tanpa disadari manusia tertipu hanya dengan alasan sederhana pula, yakni; “mempertahankan hidup” manusia saling menghabisi satu sama lain.
Walaupun telah diturunkan agama, dididik oleh budaya dan alam, diikat oleh aturan negara, tetapi manusia tetap mengisi ruang dengan caranya sendiri. Dalam mengisi ruang berbagai ekspresi dipraktekkan; ada yang brutal, menyikut, menebeng, iri, dengki, hasut, ingin menang sendiri, menumpuk-numpuk pendapatan, menghilangkan peran orang lain, dan lain sebagainya.
Ruang publik, atau majelis-majelis, atau dalam makna penyediaan tempat yang lapang terhadap lapak-lapak segala transaksi, seharusnya peran yang dimainkan adalah membuka ruang seluas-luasnya untuk manusia. Ruang kontribusi yang saling mendukung satu sama lain. Bukan ruang kontestasi yang tiada ujung. Dalam pengertian memberi ruang kelapangan pada urusan orang lain.
Ruang waktu yang harus diisi oleh setiap manusia adalah memahami setiap majelis adalah ruang dispasial seluas-luasnya. Majelis-majelis itu diisi tidak hanya memberi tempat melainkan menyediakan waktu untuk yang lain. Melalui ruang itulah kontribusi temporal dibangun. Jika waktu telah diberikan, maka tempat sudah pasti disediakan. Dispasial dan temporal bukan hanya dapat dimiliki, tetapi diberi ruang seluas-luasnya.
Ruang yang terbuka nan luas hanya bisa dinikmati oleh anak-anak, tidak ada ruang permusuhan bagi mereka. Tentunya masa tidak dapat diulang, tetapi rasa bisa direview kembali. Mengembalikan rasa seperti jiwa anak-anak perlu dibangun dalam jiwa masing-masing orang dewasa, lebih-lebih lagi pelaku kuasa. Anak-anak tidak memiliki hasrat apa pun untuk mempesempit ruang, kecuali bersama menatap masa depan dengan memperluas cakrawala. Harapan masa depan untuk maju bersama mesti dibuka ruang seluasya-luasnya dalam wilayah mana pun.
Masa kanak-kanak tidak pernah berfikir mempersempit ruang bagi anak-anak yang lain. Ajaran ini pun juga ditanamkan oleh orang dewasa pada anak-anak. Sebab, belum ada kepentingan apa pun dalam jiwa anak-anak, kecuali berfikir belajar menatap masa depan yang cerah. Merencanakan banyak hal, menguasai banyak pengetahuan, jiwa anak-anak memahami bahwa ruang yang terbuka ini untuk diisi dengan keahlian masing-masing, bukan saling memperebutkan, apalagi bermusuhan.
Mengisi majelis-majelis dunia, seharusnya mengadopsi filosofi hidup anak-anak. Hilangkan kepentingan apa pun, jauhkan hasrat ingin menguasai, hilangkan pikiran buruk, jauhi fitnah, hilangkan iri dengki dan hasut, hapus sifat dendam. Sifat-sifat buruk tidak pernah dimiliki oleh anak-anak. Maka, filosofi berfikir anak-anak perlu diserap kembali dalam diri orang dewasa, sehingga ruang yang saat ini dilalui untuk diisi dan saling memberi kontribusi bersama bukan ruang kompetisi dengan mempersempit ruang bagi yang lain.
Menjalani hidup, manusia harus memegang prinsip “mempersilakan”, Duduklah dengan santai dan saling mendekat, sebab tempatnya sedia dikosongkan untuk yang lain. Jika tempat duduk saja sudah disediakan, maka waktunya secara otomatis akan diberikan. Manusia harus bersepakat untuk bergerak dan maju bersama. Ruang kekuasaan, filosofi dasarnya selalu mendahulukan tempat dan waktu untuk rakyat, sehingga pengelolaan anggaran tepat sasaran, dan membangun potensi ekonomi umat sesuai dengan harapan.
Setiap waktu yang dilalui adalah ruang yang selalu ada, dan setiap peristiwa yang dilakoni adalah sejarah yang akan tersisa. Laluilah waktu itu sebaik mungkin, serta gunakan ruang-ruang kehidupan dengan aktifitas yang bermanfaat bagi objek-objek yang lain; baik untuk manusia, hewan, dan tumbuh-tumbuhan, serta ekologi alam semesta lainnya. Jangan biarkan ruang dan waktu diisi oleh prilaku-prilaku buruk yang sangat berpengaruh terhadap keharmonisan dalam kehidupan sosial.
Menciptakan kehidupan yang selalu menyediakan tempat buat yang lain. Sisa tempat yang tersedia sebuah bukti bahwa manusia saling memberi ruang dan waktu kepada sesama. Dan berkhitmat dengan ruang, sebab waktu dan tempat tidak pernah diberikan lagi pada orang-orang yang berkhianat atas janjinya.
Waktu memang terus berlalu dan sebagiannya sudah dimanfaatkan oleh manusia, tetapi tidak dengan upaya mengelabui pada momen yang lain. Maka, terasinglah orang-orang yang curang dengan dunianya. Berikan waktu dan ruang kepada manusia sesuai dengan kedudukan dan kemampuan, sehingga upaya membangun peradaban bersama waktu dapat diwujudkan bersama-sama.
Dunia ini adalah ruang yang sempit, sehingga gerak pun terbatas. Aturan yang diberlakukan dalam keberlangsungan hidup mengikat kembali ruang gerak manusia. Maka, Alquran memerintahkan untuk berlapang-lapang dalam aktifitas dunia di segala tempat pada ruang-ruang pablik. Perintah “tafashshahu fil majaalis” (berlapang-lapanglah dalam majelis) tujuannya untuk saling memperlebar ruang gerak. Kata “majaalis”, dalam konteks sosial dapat dipahami banyak tempat yang dapat dihuni manusia di dunia ini bersama ekspresinya.
Jakarta, 22 Juni 2023
Komentar
Posting Komentar