HADIR DI ANTARA BENCI DAN DISUKAI
Benci adalah rindu yang belum usai, sementara rasa suka benci yang baru dimulai. Antara benci dan suka dibatasi dengan kepentingan. Apa pun rencana yang diawali dengan sebuah kepentingan ia tidak perlu dimulai apalagi dipertahankan. Kata orang benci akibat rasa cinta; itu adalah bohong. Jangan terlalu benci nanti muncul rasa suka. Jika ini pun diteruskan maka rasa suka yang dijalani selalu yang diperhatikan adalah kesalahan-kesalahan masa lalu. Orang yang selalu berkaca pada masa lalu orang lain ia sedang menaruh luka pada dirinya sendiri. Telitilah dikala merindui, dan berhati-hatilah saat menyukai.
Menbenci dan menyukai adalah dua sikap yang berlawanan. Keduanya buruk. Jangan terlalu dalam menanam suka, dan jangan terlalu dangkal mendudukkan rasa benci. Benci tapi rindu, begitu juga sebaliknya suka tapi bendi, semua tinggal menunggu waktunya. Air yang sebelumnya dingin saat bertemu dengan suhu tertentu ia akan berubah jadi panas. Air yang dalam belum tentu mematikan bagi perenang, air yang dangkal juga belum tentu menyelamatkan sebab pada air yang dangkal banyak melatanya jenis makhluk aquatic yang berbisa.
Jika saja diberi peluang untuk memilih; pilih mana disukai atau dibenci. Jawaban yang benar adalah pilih dibenci, sebab dibenci banyak orang memang membawa kesepian bagi objeknya tetapi menyelamatkan. Biasanya orang yang disukai jiwanya tidak merdeka. Banyak mata-mata selalu memperhatikan gerak-geriknya. Jadi orang yang baik menyisakan luka, sementara menjadi pribadi yang dibenci akan mendatangkan banyak musuh.
Sudah tabiatnya manusia tidak mampu melayani dengan baik, sementara mental para penyuka selalu ingin dilayani dengan. Ketika kebaikan tidak diperoleh ia akan melayangkan protes baik dengan kata maupun dengan tindakan. Orang yang berharap banyak hal tidak perlu dilayani. Biasanya, orang yang merencanakan banyak hal atas diri kita keberadaannya terlihat ramai. Satu orang serasa seperti melihat sekerumunan.
Dunia ini tidak diisi oleh orang baik dan orang jahat, tetapi selalu diisi oleh orang yang selalu membawa kepentingan bersamanya, baik kepentingan pribadi maupun kepentingan kelompok. Dilihat baik ketika mampu menyuguhkan segala kepentingan orang-orang, lalu dilihat buruk sebab berlaku sebaliknya. Sepanjang manusia masih membawa kepentingan maka interaksi dalam bentuk apa pun tidak akan membawa keuntungan signifikan bagi kedua belah pihak.
Iblis pada dasarnya adalah baik, tetapi karena ia membawa kepentinga pribadi dalam dirinya iblis akhirnya dicap buruk. Adam juga begitu; baiknya Adam karena disokong oleh rencana Tuhan, jika tidak maka Adam sendiri tidak pernah tahu untuk apa ia diciptakan, apalgi merasa harus dinomorsatukan.
Permusuhan pertama sekali dalam sejarah manusia disebabkan karena kepentingan. Iblis ingin dihormati, sementara Adam terhormat karena Tuhan sendiri menciptakannya terhormat. Artinya, baik dan buruk sudah ada wilayahnya. Jadi, tidak perlu menjadi pribadi yang baik dan tidak perlu juga menjadi pribadi yang buruk, sepanjang tidak pernah membawa kepentingan apa pun maka keberadaan kita akan selalu terlihat baik.
Membangun interaksi, tinggalkan kepentingan dalam bentuk apa pun. Hadirnya nya setiap kita bukan untuk membawa banyak hal bagi orang lain, tetapi hadirlah sebagai pribadi yang seharusnya hadir. Bukan hadir karena iming-iming yang lain. Apalagi hadir dengan membawa jasa, seolah-olah kehadirannya sangat bermakna bagi orang lain.
Manusia tidak dihadirkan ke dunia membawa kepentingan dirinya. Manusia dihadirkan untuk mengisi ruang-ruang yang tugasnya untuk melakukan apa yang dapat dilakukan. Orang yang selalu hadir seperfek mungkin ia sedang membawa kepentingan dirinya. Perpeksionis adalah sikap yang selalu membawa ancaman bagi siapa pun.
Berusahalah hadir apa adanya. Hadir tanpa suatu iming-iming. Orang yang tidak membawa iming-iming tidak pernah menyisakan luka bagi siapa pun. Posisinya selalu hadir untuk mengisi ruang kosong. Apa yang tidak mampu dilakukan oleh orang lain ia akan hadir menampalnya. Manusia diciptakan untuk mengisi ruang kosong bukan memanfaatkan ruang untuk kepentingan dirinya, apalagi berusaha menghilangkan ruang untuk orang lain.
Berusahalah dibenci oleh banyak orang, karena tidak semua yang dibenci itu buruk untuk kita. Justru orang-orang yang suka pada kita sering menciptakan buruk pada akhirnya ketika kebaikan-kebaikan tersebut tidak mampu kita berikan manfaatnya. Mencitrakan diri sebagai orang baik bentuk penjajahan psikologis pada pihak-pihak yang lain pada saat orang-orang terjebak dengan sikap-sikap baik yang selalu kita citrakan.
Menjadi baik tidak bisa diukur oleh karena performa diri. Kebaikan merupakan nilai yang berdiri sendiri. Tidak ada pengertian baik yang sifatnya mengikat, karena baik menurut kita belum tentu baik menurut orang lain. Setiap kita baik melalui jalan masing-masing, jalan-jalan kebaikan ini saling mengisi. Tidak bisa kebaikan itu bersifat tunggal berpihak pada satu orang saja.
Ada orang baik dengan pemikirannya, ada orang baik dengan sikapnya, ada orang baik dengan tindakannya, ada orang baik dengan hartanya, ada orang baik dengan kemiskinannya, ada orang baik dengan jabatannya, ada orang baik dengan usahanya, ada orang baik dengan pendidikannya, ada orang baik dengan keputusan-keputusannya, ada orang baik dengan ide-idenya, dan ada kebaikan-kebaikan yang lain yang terkadang tersembunyi dari perhatian kita. Jika saja orang-orang telah baik dengan dirinya masing-masing, lalu untuk apa merasa baik atau berpura-pura baik pada semua orang.
Nabi Muhammad Saw telah hadir sebagai sosok yang tidak hanya baik, tetapi juga menginspirasi kebaikan bagi dunia. Kebaikan yang melekat pada diri Nabi tidak hanya diakui oleh muslim, bahkan non-muslim sekalipun, sehingga penempatan sebagai tokoh berpengaruh di dunia urutan pertama jatuh pada diri Nabi Muhammad Saw. Kebaikan yang melekat pada diri Nabi menjadi rahmat tidak hanya bagi makhluk hidup, benda mati, bahkan bagi seru sekalian alam.
Berbeda dengan kebaikan yang dicitrakan oleh manusia kebanyakan, tidak bermanfaat untuk dirinya sendiri bahkan untuk orang lain. Yang lahir dari pencitraan baik adalah membawa tekanan psikologis bagi orang lain. Ini termasuk penjajahan terhadap jiwa-jiwa yang lain. Bahkan dari pencitraan baik tanpa kita sadari menciptakan dewa pada individu tertentu. Praktek inilah menjadi pakaian syaithan. Dengan kesombongannya syaithan telah mencitrakan dirinya sebagai sabjek yang baik, sehingga ciptaan Tuhan yang lain dianggap lebih buruk darinya.
Konflik manusia dengan iblis karena iblis merasa lebih baik, dan iblis merasa kehadirannya sangatlah penting. Padahal, iblis tidak pernah dirugikan oleh apa pun saat berada di syurga. Sebelum Adam diciptakan iblis adalah makhluk istimewa. Lalu, hadirnya Adam, yang disangkakan ancaman bagi iblis. Padahal Adam sendiri tidak pernah membawa kepentingan apa pun bersamanya.
Seandainya Tuhan tidak memerintahkan kepada penghuni syurga untuk sujud padanya, sungguh Adam tidak pernah membawa ancaman pada penduduk syurga. Artinya, kehadiran Adam tidak membawa ancaman pada siapa pun, termasuk pada iblis yang akhirnya menjadi rival utama Adam dan anak cucunya sepanjang dunia ini masih mengudara.
Aku (kata syaithan) lebih baik dari Adam. Aku diciptakan dari api sementara adam diciptakan dari tanah. Orang yang mencitrakan dirinya baik, selalu melihat diri dari asal mula penciptaannya, keturunannya, dari apa yang dimikinya, yang mana semua itu hanya bermanfaat untuk dirinya saja dan tidak medatangkan kebaikan untuk orang lain.
Bersikaplah biasa-biasa saja tanpa merasa lebih baik dari yang lain, apalagi mencitrakan diri sebagai orang baik. Lebih buruk lagi mencitrakan baik hanya untuk mendatangkan kebaikan untuk diri sendiri baik dalam konteks sosial, budaya, dan politik. Tindakan yang paling buruk adalah hadir dalam konteks kekuasaan yang membawa kepentingan bersamanya. Dengan modal oprasional dari uang rakyat masih berani mencitrakan diri penting dan baik, padahal setiap saat kehadirannya dalam momen apa pun selalu membawa kepentingan pribadi dan kelompok.
Menjadi baik itu penting, menjadi buruk juga penting, tergantung posisi kita di mana. Membawa kebaikan pada keburukan itu hal yang keliru, sebab orang yang terlihat baik pun masih membawa ancaman, apalagi orang yang terlihat buruk. Jangan pernah melihat buruk pada objek yang lain sebelum tanda-tanda keburukan itu terlihat dengan nyata. Jadilah dibenci banyak orang, sebab dengan dibenci kita akan tahu bagaimana merasa hidup itu benar-benar merdeka. Tentunya dibenci karena tidak membawa kepentingan apa pun dalam momen apa pun. Selalu yang dilihat dalam hidup ini adalah pesona terakhir bukan senyum diawal.
Jakarta, 6 Juni 2023
Komentar
Posting Komentar