Politek: Sak Bajo Siasat Et La Lahet

"Politek bajo; Hana bajo mita bajo, ‘ohna bajo sak lam binteh, hana lako mita lako, ‘ohna lako geutimpeh-timpeh. Siasat la lahet et la lahet, tuboh sehat ate saket, adak saket rakyat rasa kedro, hana bakso kamo yu cupet".

Politik selalu mencari celah dalam memperoleh kekuasaan. Langkah yang ditempuh sering menghalalkan segala cara. Menghalalkan cara dalam memproleh segalanya dalam kondisi dunia hari ini sulit untuk diterapkan. Dan ini hampir berlaku dalam transaksi mana pun, lebih-lebih lagi dalam masalah politik. Halal dan haram tidak lagi menjadi pertimbangan utama dalam mendapatkan kekuasaan; yang penting keinginanannya tercapai. Kecurangan, kesewenang-wenangan, ketidak jujuran, kedhaliman, fitnah, seolah-olah menjadi legitimasi untuk mendapatkan kekuasaan.

Politik terkait dengan desak-mendesak; ibarat bajo yang mengisi ruang kosong untuk dipadatkan pada ornamen tertentu. Bajo atau juga disebut pasak dalam bahasa Indonesia digunakan sebagai alat untuk memadatkan sudut ruangan yang kosong, serta berfungsi penguat tiang dalam sebuah bangunan. Bangunan-bangunan besar yang dibangun diawali dengan bajo bumo atau pasak bumi. Dari sini dapat dilihat bahwa keterlibatan bajo memperkokoh urusan-urusan besar dengan cara memadatkan sudut ruang kosong. Dipahami bahwa penggunaan bajo bukan pada urusan kecil. Mungkin saja fungsinya terlihat receh tapi perannya sangat besar dalam mengokohkan bangunan.

Fungsi bajo pada sebuah bangunan besar sangat menentukan, tetapi perannya seperti tidak kelihatan. Ini disebabkan karena bajo membangun pondasi. Ketika bangunan kokoh pondasi pun hilang sebab sudah dikelilingi oleh struktur bangunan yang lain. Semakin bangunan dihiasi dengan berbagai seni ukir maka semakin hilang bajo dalam pandangan orang-orang. Sebab, manusia suka terlena saat melihat keindahan. Dan, lupa mengingat peran penting sebelum sesuatu dihadirkan.

Bajo tidak bekerja sendiri. Banyak ruang kosong harus dipadatkan dengan cara menancapkan bajo di setiap sudut kosong. Ruang kosong yang ada di setiap sudut inilah bajo ditancapkan. Semakin banyak ruang kosong semakin banyak pula bajo yang harus ditancapkan. Bajo tidak bekerja sendiri, di antara bajo saling memadatkan ruang. Sekecil apa pun ruang itu peran bajo selalu ada. Bajo bisa dibentuk dalam berbagai ukuran sesuai dengan ruang yang hendak dipadatkan.

Hikayat bajo dalam kehidupan sosial sangatlah mudah dipahami. Setiap orang mengisi ruang kosong. Ruang ini sering dipahami sebagai peluang; mengisi ruang kosong sama dengan menangkap peluang. Namun, manusia sering lupa pada peran dan fungsinya dalam mengisi setiap ruang. Ruang yang diisi sebagai profesi lintas bidang sering tidak dijalankan sebagai bentuk tanggung jawab. Sebagaimana bajo bertanggung jawab dalam hal memadatkan ruangan jika masih ada sudut yang belum rapat.

Di berbagai bidang hampir demikian. Termasuk dalam ranah kekuasaan. Pada saat kakuasaan belum diperoleh seolah-olah ia satu-satunya yang pantas mengemban kekuasaan tersebut. Orang lain dirasa tidak becus dalam mengisi dan mengurusnya. Padahal kebanyakan dari manusia tidak pernah meminta seseorang untuk memimpin diri mereka. Namun, orang yang ingin berkuasa seolah-olah semua orang memandatkan peran kepemimpinan padanya.

Politik kekuasaan seharusnya mengadopsi sifat bajo. Tidak hanya hadir mengisi ruang kuasa, tetapi juga bertanggung jawab atas perkara manusia. Sebagaimana bajo telah menunjukkan sikap pada perancang bangunan atau membangun sesuatu. Bajo tidak hanya hadir melainkan juga berperan penting dalam memadatkan ruang kosing. Sesuatu yang baik dari bajo; bajo tidak pernah menunjukkan diri disaat bangunan berdiri kokoh, menjulang tinggi, dan kuat. Karena bajolah banyak orang yang berada di bangunan merasa aman dan terselamatka dari keruntuhan. Kekuatan bajo tidak dari bentuknya, tetapi terlihat dari perannya.

Tentunya; dalam segala hal peran manusia mesti seperti bajo. Bajo tidak hadir sebagai pernek ruangan; yang terkadang menyilaukan mata saat dipandang. Tetapi, bajo hadir mengisi ruang kosong serta memadatkannya. Sehingga tidak adalagi cela yang membuat bangunan bergerak-gerak yang dapat membuat ruangan tersebut mudah ambruk dan roboh.

Bajo kehidupan adalah saling mengisi ruang kosong, bukan malah saling mencurigai. Peran politik adalah memadatkan kekuasaan untuk mendatang kesejahteraan untuk umat manusia. Sosok yang kuat pendirian dan tertancam dengan baik ibarat bajo yang memadatkan ruangan, sehingga cela dalam mentata pemerintahan berjalan dengan baik.

Politik bajo jauh dari pencitraan baik yang mana pada dasarnya adalah buruk. Politik bajo; sebagaimana fungsinya memadatkan ruang kosong adalah sosok yang memiliki daya pikir yang kuat. Politik bajo pola pikir et la lahet.  Kemampuan entertaint elitnya tinggi sementara daya pikir masyarakat rendah. Inilah politek et la lahet yang diperankan oleh elit di tengah-tengah masyarakat yang terus bermasalah dalam banyak hal.

Orang yang ingin berkuasa cenderung memanfaatkan materi sebagai modal dalam memengaruhi orang-orang adalah ibarat “bajo et la lahet”, memadatkan pada satu sisi tetapi menyempitkan sisi yang lainnya. Ini terjadi karena rendah daya nalarnya.  Memadatkan peluang untuk dirinya dan mengosongkan ruang untuk orang lain. Sehingga, program pengentasan kemiskinan terabaikan. Pendapatan masyarakat semakin berkurang, sementara pendapat elit semakin bertambah.

Terkadang kekayaan elit politik melampaui pendapatannya sesuai takaran yang ditentukan negara. Dan ini tidak pernah terbangun daya nalar masyarakat dalam memahami ketimpangan dari segi pendapatan. Kondisi ini pun dimanfaatkan oleh elit untuk memadatkan ruang kemiskinan masyarakat. Dengan memanfaatkan materi berpikir bisa membeli suara pada masyarakat. Transaksi politik bukan hanya dibiarkan tetapi juga seperti diciptakan, agar disaat pemilihan masyatakat miskin ini mudah terbuai dengan uang. Inilah bajo et la lahet yang dipadatkan pada satu sisi dan dikosongkan pada sisi lain.

Politek bajo et la lahet juga seperti menciptakan kebodohan di tengah-tengah masyarakat. Sesuatu yang memiriskan; tidak adanya pendidikan politik yang diberikan masyarakat melainkan menjalankan peran politik denga cara apa pun untuk meraih kekuasaan. Sehingga, peran politik uang dalam proses politik sangatlah tinggi. Menetralisir yang demikian, masyarakat tidak pernah sedikitpun bertanya program apa yang menjadi prioritasnya jika nanti terpilih. Yang dilihat oleh masyarakat hari ini adalah gambar di baleho, dengan penampilan yang menarik.

Seolah-olah penampilan mewah mereka simbol kesejahteraan bagi rakyat. Tontonan kemewahan yang tidak bisa dinikmati, tetapi tontonan seperti itu pula yang meyakinkan orang-orang. Di sinilah pendidikan politik mesti ditanamkan pada masyarakat, bahwa yang terlihat indah hanya memanjakan mata tidak menyelesaikan problem yang dihadapi saat ini; problem kemiskinan, kebodohan, rendah pelayanan, harga-harga mahal, lapangan pekerjaan sulit, daya beli barang tinggi hasil prosuksi masyarakat rendah, dan berbagai macam persoalan lainnya.

Elit lebih dominan berpikir membayar para pemilih dari pada memberi nutrisi politik membangun pada masyarakat. Elektabilitas elit lebih ke membangun citra politik semata, sementara semangat berpikir membangun kesejahteraan umat sangatlah rendah. Paling, setelah terpilih pikirannya cuma terkuras dalam hal bagi-bagi proyek saja. Itupun terkadang lebih dominan unsur bisnisnya; membangun kerja sama pekerjaan dengan perusahaan non-lokal. Ini dilakukan, bisa jadi agar mudah mengelola pendapatan dari upaya menjual proyek negara pada orang-orang tertentu.

Bajo et la lahet, tuboh sehat ate saket, adak saket rakyat rasa kedro, hana bakso kamo yu cupet. Ini dapat dilihat dari upaya memadatka satu sisi dan mengosongkan sisi ruang yang lain. Dalam pengertian politik yang membawa kesejahteraan untuk dirinya, keluarganya, kelompoknya, dan orang-orang yang mendukung dirinya saja. Politik bajo et la lahet pada dasarya menusuk bukan memasak sudut kosong tetapi mengosong peran kekuasaan untuk kepentingan rakyat untuk mencukupi kebutuhan hidupnya.

Masyarakat tercukupi makanannya bukan karena penguasa berpikir, melainkan karena masyarakat sendiri yang memikirkan bagaimana memenuhi kebutuhannya. Sepintas terlihat jika hanya untuk makan tanpa peran negara pun masyarakat dapat bertahan hidup dengan pikiran dan usahanya sendiri. Termasuk kesehatan masyarakat karena pangan yang cukup disediakan oleh dirinya sendiri. Inilah politek bajo et la lahet; tuboh sehat ate saket, adak saket rakyat rasa kedro, hana bakso kamo yu cupet. Hampir di semua daerah di Aceh pada sehat-sehat badannya, tetapi hatinya sakit. Sakit hati melihat elit politiknya bisa berfoya-foya dalam kemewahan padahal rakyatnya miskin dan papa. Bajo et la lahet, tuboh sehat ate saket.

Membangun Peradaban Politik, 4 Agustus 2024

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

Teuku Badruddin Syah: Membangun Politik Aceh Melalui Pikiran Ulama