TUHAN ITU BUKAN BARANG MEWAH BAGI MANUSIA
إِنَّ اللَّهَ لَا يَنْظُرُ إِلَى أَجْسَادِكُمْ وَلَا إِلَى صُوَرِكُمْ وَلَكِنْ يَنْظُرُ إِلَى قُلُوبِكُمْ
Artinya,
“Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan tetapi
Allah melihat kepada hati kalian”. (HR. Muslim, No.
2564)
Tuhan hadir dalam diri manusia bukan karena Tuhan tidak
memiliki gap pembatas antara pencipta dengan yang diciptakan-Nya. Kehadiran Tuhan
dalam setiap aktifitas kehidupan manusia sebagai bentuk tanggung jawab penuh,
bahwa Tuhan itu bertanggung jawab atas makhluk ciptaan-Nya. Dengan tanggung
jawab penuh, sehingga Tuhan yang maha dari segala maha meleburkan diri-Nya
dalam wujud makhluk yang ada di bumi, termasuk di dalamnya manusia.
Ketika Tuhan menciptkan manusia, penduduk syurga protes,
Malaikat memberi interupsi pada Tuhan “mengapa engkau menciptakan makhluk yang
nantinya akan menumpahkan darah di permukaan bumi”, mendengar pernyataan Malaikat,
Tuhan tidak memberi penjelasan rinci, kecuali menjawab dengan ringkas “qaala
innii a’lamu mala ta’lamuun” “sesungguhnya Aku lebih tahu apa yang tidak
kamu ketahui”. Q. S. Al-Baqarah/002: 30.
Sejak sa‘at itu, penghuni syurga menyambut dengan tanpa
protes sedikitpun ketika Adam mulai diciptakan Tuhan, sebagai cikal bakal penciptaan
manusia di bumi. Kecuali Iblis. Semua sujud kepada Adam atas perintah Tuhan. Satu-satunya
makhluk Tuhan yang berada di syurga tidak mau mengakui keberadaan Adam sebagai
makhluk terbaik adalah Iblis, yang mana atas ketidakpatuhan Iblis, konsekuensi
dari itu semua diapun diusir Tuhan dari syurga, dan akhirnya menaruh dendam
kepada Adam dengan amarah, sampai dikemudian hari pada anak cucunya, dengan
tujuan menggiring manusia menuju kesesatan.
Sangking serius Tuhan menciptakan manusia, sampai-sampai
makhluk terbaik di syurga sa‘at itu diusir dari syurga, sebab mengingkari
keberadaan Adam makhluk berakal yang akan mendiami bumi. Adam diciptakan dari
tanah, maka akhirnya juga akan kembali pada tanah. Ketika Adam dan anak cucunya
diciptakan dari tanah, disebut dengan manusia, maka pada sa‘at manusia kembali
ke tanah disebut dengan mayyit, atau jenazah.
Berdasarkan penciptaannya, keberadaan manusia dengan
Tuhan tidaklah menjauh, sebagaimana jauhnya ufuk Timur dan Barat. Melainkan keberadaan
Tuhan dengan manusia sangatlah dekat, sedekat urat nadi di lehernya. Untuk menyentuhnya
saja tidak perlu lagi di raba, cukup dirasakan saja getarannya bahwa urat nadi
itu selalu berdetak atas izin Tuhan. Ketika manusia diciptakan Tuhan pada
kedudukan level terbaik, maka Tuhan tidak merasa terhina disetiap sa‘at mesti
bersamanya. Bahkan sifat ketuhanan itu sendiri bersemanyam dalam diri manusia.
Ada sifat kasih dan ada sifat sayang yang tertanam dalam
diri manusia. Ketika ditanamkan sifat kasih dalam diri Anak Adam, tidak ada
yang lebih indah darinya kecuali menebarkan kebaikan, dan ketika sifat sayang ditanamkan
dalam diri Anak Adam, tidak ada yang lebih asyik baginya kecuali menebarkan
keindahan kepada seluruh isi alam.
Manusia dengan kesempurnaan penciptaannya menjadi lupa
akan sesuatu hal, sesuatu yang menyertakan dirinya dengan Tuhan. Jika Tuhan
yang maha dari segala maha merendahkan diri-Nya ketika memahami manusia,
sangking merendahnya Tuhan berada di sisi manusia disetiap sa‘at. Berada lebih
dekat dengan manusia sedekat urat lehernya, bahkan berada dalam diri manusia
itu sendiri, yaitu di dalam hati. Sehingga hati manusia menurut para ahli
kesehatan terdiri atas jutaan kabel yang ketika dilihat lebih seksama lingkarannya
berbentuk tulisan nama_Nya sendiri, yaitu “ALLAH”.
Oleh karena kabel-kabel yang saling terhubung dengan hati
manusia berbentuk lafaz Allah, maka hati itu baru akan bekerja dengan baik
ketika disetiap detaknya menyebut-nyebut nama Tuhan. Sudah sering kita
mendengar dari penyampaian guru-guru kita, hati manusia adalah kunci seseorang
itu beriman atau tidak. Seseorang itu dilihat dari apa yang terdapat dalam
hatinya, tidak dilihat dari apa yang ada dalam fisiknya. “Sesungguhnya Allah tidak melihat kepada tubuh dan rupa kalian, akan
tetapi Allah melihat kepada hati kalian”. (Hadis)
Rantaian kabel yang berbentuk lafadh Allah di dalam hati
manusia, aktivitasnya baru akan berjalan dengan baik, jika nama Tuhan selalu
disebut-sebut disetiap detaknya. Zikir menjadi kunci untuk menenangkan hati. Menyebut-nyebut
lafadh Allah adalah kunci kemenangan dalam memenej qalbu. Itu artinya, Tuhan
adalah pemilik atas manusia, dan Tuhan selalu bersamanya dalam kondisi apapun. Bagi
siapa saja yang menyadarinya, dan menngingat-ngingatnya, sempurnalah jiwa itu
dalam naungan kebesaran_Nya.
Keberadaan Tuhan dan manusia tidaklah jauh, melainkan
sejauh urat nadi yang ada disetiap leher manusia. Dekatnya Tuhan dengan
manusia, sebuah pertanda bahwa siapa saja selalu berada bersama-Nya. Dia tidak
asing dengan manusia, bahkan sangat berbaur. Dalam kondisi seperti ini, manusia
selalu dapat meminta kepada-Nya, memohon, mengiba, memanja, ngambekan, bahkan
sangking dekatnya Tuhan dengan manusia bersenda guraupun bisa dengan-Nya.
Tuhan itu jangan dijadikan sebagai barang mewah dalam
dirimu. Oleh karena kemewahan yang dipersepsikan oleh manusia Terhadap Tuhannya, sehingga manusia lupa membangun kompatibelitas
dengan-Nya. Kompatibelitas
manusia dengan Tuhan dibangun atas rasa yang menghadirkan makna teologis. Meng-Esakan
Tuhan dalam berbagai bentuk merupakan rangkaian akumulasi dari memaknai bahwa, Tuhan bukanlah barang mewah bagi
manusia. Sehingga dengan akumulasi tersebut, siapapun dari kita boleh merasa
memiliki-Nya tanpa harus dipengaruhi oleh bentuk, warna, kelompok, trah,
keturunan, dan lain sebagainya.
Tidak
salah bagi manusia untuk menunjukkan tempat yang tinggi ketika nama Tuhan
disematkan. Tuhan itu berada di atas, dan ini selalu berulang kali diucapkan
manusia ketika menyebut identitas-Nya. Keberadaan Tuhan di atas
merupakan simbolisasi keagungan, dan kekuasaan yang memiliki sebuah singgasana
dalam majasnya adalah di atas segala atas yang menjunjung tinggi identitas
absolut.
Konpetabilitas
yang harus dibangun oleh manusia ketika dia memahami Tuhannya adalah ketika
manusia memahami bahwa, jarak antara manusia dengan Tuhan berhimpitan dengan
urat lehernya. Sangking dekat Tuhan itu, namun karena persepsi yang keliru
dipahami jika Tuhan adalah barang mewah, dengan itu manusia selalu merasa jauh
dari Tuhannya.
Keliru kamu menyebut-Nya Maha Besar jika urat lehermu
masih bersetigang dengan sesuatu yang kecil, keliru engkau menyebut-Nya di atas
jika posisimu terus meninggi, keliru engkau menyebut-Nya Maha Mengetahui jika
posisimu terus merasa sangat memahami, keliru engkau menyebut-Nya Maha Kaya
jika posisimu masih merasa memiliki terhadap harta, keliru engkau menyebutnya
Maha mengasihi sementara dirimu masih suka memusuhi, keliru engkau
mengatakannya Maha Penyayang sementara dirimu masih suka bermusuhan, keliru engkau
menyebut-Nya Maha Pemurah sementara sifat memberi dalam dirimu masih ogah,
keliru engkau menyebutnya Maha Memahami jika dalam dirimu masih saja membenci,
dan engkau terus melakukan kekeliruan berikutnya.
Tuhan
itu bukan barang antik yang bisa seenaknya engkau jual
untuk kepentingan dirimu. Engkau jual kepada si awam untuk mendapatkan
pengakuan engkaulah yang paling dekat tahu bagaimana untuk dekat dengan-Nya,
engkau jual kepada manusia untuk mendapatkan pengakuan bahwa cuma kamu saja yang
berhak memiliki otoritas diri, sehingga orang lain tidak berhak berbicara atas
kedaulatan dirinya sendiri, engkau jual kepada manusia agar supaya engkau mendapat
kemuliaan, engkau jual kepada manusia agar egkau memperoleh kekuasaan, engkau
jual kepada manusia dengan harga yang sangat murah agar engkau menjadi manusia
yang merasa super dan tidak dikenal sebagai manusia yang memiliki dosa
sedikitpun di muka bumi.
Jangalah oleh karena Tuhan dekat dengan manusia lalu engkau membiarkan orang-orang meminta kepada-Nya saja, tanpa melibatkan dirimu atas kepentingan manusia. Manusia sebagai khalifah di muka bumi, seharusnya melibatkan dirinya dalam berbagai hal untuk menjadi perantara Tuhan menebarkan kasih-Nya kepada seluruh makhluk yang ada di alam jagad raya ini....... Dan janganlah engankau merasa sangking dekatnya Tuhan dengan manusia, lalu kemudian keberadaan Tuhan seperti barang daganagan tanpa modal untukmu, lalu dengan mudahnya engkau menjual Tuhan itu dengan harga yang sangat murah.
وَلاَ تَشْتَرُواْ بِآيَاتِي ثَمَناً قَلِيلاً وَإِيَّايَ فَاتَّقُونِ
Artinya, “Janganlah
kamu menukarkan ayat-ayat-Ku dengan harga yang rendah, dan hanya kepada Akulah
kamu harus bertakwa”. (QS. Al-Baqarah/002:
41)
Syahdan....... Tuhan itu bukanlah barang antik dan mewah
yang cuma hanya bisa dimiliki oleh sebagian orang saja. Tuhan itu bukan di atas
dirimu, tapi berada di sisimu, bahkan lebih dekat lagi denganmu, Dia berada di
dalam hatimu. Dan sebutlah nama-Nya sebanyak mungkin dalam zikir disetiap detak
jantungmu.
Amfat Es Dot Fil, 22 Agustus 2020
Komentar
Posting Komentar