HAKIKAT MERDEKA ADALAH PERSAMAAN DERAJAT MANUSIA
قُلْ إِنَّمَآ أَنَا۠ بَشَرٌ
مِّثْلُكُمْ يُوحَىٰٓ إِلَىَّ أَنَّمَآ إِلَٰهُكُمْ إِلَٰهٌ وَٰحِدٌ ۖ فَمَن
كَانَ يَرْجُوا۟ لِقَآءَ رَبِّهِۦ فَلْيَعْمَلْ عَمَلًا صَٰلِحًا وَلَا يُشْرِكْ
بِعِبَادَةِ رَبِّهِۦٓ أَحَدًۢا
Artinya, “Katakanlah: Sesungguhnya aku ini manusia biasa
seperti kamu, yang diwahyukan kepadaku: "Bahwa Sesungguhnya Tuhan kamu itu
adalah Tuhan yang Esa". Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya,
Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan
seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". Q.
S. Al-Kahfi/018: 110.
Ayat di atas adalah pengakuan Nabi Muhammad saw., tentang hakikat dirinya sebagai makhluk yang diutus untuk memperbaiki akhlak dan budi pekerti manusia. Nabi yang telah memperkenalkan Tuhan kepada manusia sebagai zat yang memiliki sifat utamanya, yakni kasih dan sayang.
Seyogianya manusia juga
mengadopsi sifat ini dalam memahami sesamanya. Pengakuan Nabi Muhammad saw., sebagai manusia biasa untuk menunjukkan kepada manusia bahwa pada hakikatnya kita adalah sama, kecuali yang membedakannya adala taqwa. Aku, kamu, dan kita semua adalah sama.
Tuhan sebagai pemilik alam semesta, dan manusia dijadikan
wakil-Nya di muka bumi untuk mengurus setiap kerajaan yang ada. Jika sifat
utama bagi Tuhan sebagai penguasa alam adalah Rahman dan Rahim,
lalu kenapa manusia sebagai wakilnya menganut sifat utama “pengazab” seperti
seorang raja yang beringas dalam mengatur manusia, dengan keputusan-keputusan
yang menyakiti hati rakyatnya sendiri.
Sifat utama bagi Tuhan adalah pengasih dan penyayang. Sifat "AZAB" bagi Tuhan difungsikan ketika manusia lupa akan jati dirinya sendiri. Pada tahap inilah Tuhan memperkenalkan dirinya sebagai “rab” bermakna maha mendidik, ketika proses mendidik diabaikan oleh manusia, dikala itulah musibah akan ditimpakan kepadanya. Namun yang harus diperhatikan dengan baik oleh manusia, sifat utama yang melekat pada diri-Nya adalah Rahman dan Rahim, bukan "Sang Pengazab".
Berbicara Tuhan yang telah menjadikan manusia sebagai wakil-Nya di bumi, negara hadir untuk mengantarkan manusia pada pencapaian
kemashlahatan atas umat manusia. Kemashlahatan ini, terutama sekali menyangkut dengan
persamaan hak ekonomi. Ketimpangan ekonomi yang terjadi dalam masyarakat kita, akibat
dari merosotnya pemahaman manusia atas jati dirinya. Penguasa lupa jika dia adalah wakil Tuhan yang mengurus manusia di Bumi dalam berbagai bentuk kerajaan dan sistem pemerintahan.
Pembahasa tentang negara adalah berbicara penguasa, kedudukan
yang dimiliki oleh penguasa dalam berbagai level bbertujuan untuk mengantarkan
kesejahteraan bagi umat dalam berbagai hal. Setelah kesejahteraan itu dirasakan
oleh masyarakatnya, maka keberadaan negara itu sendiri akan semakin kuat.
Kedudukan penguasa dan rakyat pada dasarnya adalah sama
dalam satu tujuan kemashlahatan. Menghadirkan sosok pemimpin hanya untuk
memenej secara beraturan atas kesepakatan bersama yang telah dirumuskan,
tercantum dalam undang-undang yang ada. Kedudukan jabatan penguasa bukanlah
untuk membentengi strata manusia, antara satu dengan yang lainnya. Hubungan keduanya,
setelah pemimpin terpilih diikat melalui peraturan yang berlaku.
Makna memperingati kemerdekaan adalah mengenang setiap
tahunnya cita-cita manusia dalam memerdekakan dirinya untuk menikmati hak hidup
dalam bernegara. Setelah wujud keberadaan negara berdiri atas kedaulatan
manusia, maka langkah berikutnya adalah memerdekan jiwanya, terutama sekali
jiwa kepemimpinan, pemimpin haruslah dipegang oleh orang yang merdeka jiwanya.
Bagaimana seorang penguasa itu akan memerdekakan jiwa
masyarakatnya jika dia sendiri masi terkungkung dengan dirinya sendiri, bahkan
malah menciptakan Tuhan dalam dirinya, atas Tuhan pecipta langit dan bumi. Salah
satu syarat menjadi Tuhan adalah merdeka dari segala hal, sehingga tidak
adalagi yang mampu mengahalangi keinginananya. Dan salah satunya
kemerdekaan diri bagi penguasa adalah merdeka dari kepentingan apapun. Setiap kepentingan
akan memperbudak dirinya dan akan mempengaruhi kebijakan atas kepemimpinannya.
Merdeka adalah terbebasnya diri dari keserakahan hidup, baik serakah tentang penguasaan orang lain, serakah akan harta, serakah atas peragungan diri, serakah akan merasa lebih baik, lalu penguasa itu merasa harus dihormati secara berlebihan, sehingga perlakuan seenaknya kepada rakyatpun tidak menjadi soalan bagi dirinya.
Manusia yang merdeka adalah manusia yang membebaskan dirinya dari keterikatan dengan ruang dan waktu. Aktivitas dirinya, bukan karena adanya sesuatu, namun karena memang dirinya dihadirkan Tuhan untuk menjadi subjek yang mengisi setiap ruang dan menempati setiap relung waktu. Kehadirannya bukan karena atas keinginan dirinya, yang didorong oleh segala kepentingan, akan tetapi hadirnya karena sebuah kebutuhan yang mana ruang dan waktu itu akan kosong kebaikan-kebaikan. Dengan kebaikan tersebut menjadi ajaran yang berterusan hidup, dan menjadi patokan kebaikan di muka bumi.
Diri manusia adalah personalitas dari sebuah jati diri, bukan identitas, dari sebuah personalitas diri. Identitas diri manusia hanya sebuah upaya ijtihad diri manusia untuk menempatkan ruang dan waktu. Seorang yang menginginkan diri menjadi penguasa terhadap sekelompok manusia adalah sebuah usaha dengan segala kemungkinan yang akan mengantarkan dirinya memperoleh singgasana kekuasaan. Kekuasaan yang telah diraih merupakan indentitas dari personalitas dirinya dari hadil ijtihad dengan kekuasaan politik yang mengitarinya.
Identitas kekuasaankah yang diharapkan oleh manusia atas diri penguasa, atau personalitas yang hadir dalam wujud penguasa menjadi ukuran dari kehadiran personalitas kekuasaan yang menutupi ruang dan waktu tersebut. Kekuasaan yang bersifat personalitas dan kekuasaan yang mewujud identitas tidaklah menjadikan manusia itu, akan merasakan nikmatnya kemerdekaan, jika produkfitas dari eksistensi identitas personalitas penguasa dalam mengisi ruang dan waktu tidak diterjemahkan dalam wujud kesejahteraan masyarakat, maka jangan pernah sekali-kali engkau berkata hak kemerdekaan atas diri manusia.
Islam sangat serius ketika berbicara kesamaan hak
kemerdekaan dalam hidup, serta Islam sangat berhati-hati dan teliti. Tiap lubang
yang memungkinkn rasa perbedaan kasta, ditutupnya rapat-rapat. Sangking Islam
memperhatikan sifat kesamaan pada diri manusia, Nabi Muhammad saw., sendiri
dinyatakan sebagai manusia biasa, dan Rasul sendiripun kuatir akan disucikan
oleh para pengikutnya, akan dijadikan sebagai manusia luar biasa.
Sangking seriusnya Tuhan memelihara manusia dalam sifat
persamaan derajat, Rasul-Nya sendiripun, dihadirkan Tuhan ke muka bumi untuk menyampaikan
risalahnya, diposisikan sebagai manusia biasa. Jika saja Rasul Tuhan, yang mana
alam ini dijadikan berasal dari Nur kekasih-Nya merasa biasa-biasa saja, lalu
kenapa manusia yang wujud aslinya berasal dari air yang hina merasa jumawa.
Dengan memperingati hari kemerdekaan Indonesia yang ke 75,
benar-benar memerdekan jiwa kepemimpinan dari berbagai hajat hidup masyarakat
banyak, sebagai wujud dari cita-cita negara ini didirikan oleh pendahulu kita. Selamat
memperingati hari kemerdekaan Indonesia, semoga makin maju dan jaya.
Amfat Es Dot Fil, 17 Agustus 2020
Komentar
Posting Komentar