QURBAN DAN HIKMAH YANG TERSEMBUNYI












Setelah kita melaksanakan serangkaian ibadah idul adha, mulai dari takbir di malam hari, dilanjutkan dengan qurban, maka tidak ada yang lebih baik dari pada menggali hikmah dari idul adha itu sendiri. Hikmah adalah mencari makna terdalam atau pelajaran terpenting dibalik peristiwa yang nyata. Setiap apa saja yang menimpa atas manusia ada hikmah dibaliknya.

Begitu juga dengan momen pelaksanaa idul adha,  terdapat hikmah di dalamnya. Dapat dilihat dari serangkaian pelaksanaan ibadah haji, dan ibadah qurban. Idul adha juga disebut dengan idul qurban, sebab pada hari raya inilah perintah qurban bagi yang mendapatkan kemampuan.

وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ

“Dan bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), agar mereka menyebut nama Allah atas rezeki yang dikaruniakan Allah kepada mereka berupa hewan ternak. Maka Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa, karena itu berserahdirilah kamu kepada-Nya. Dan sampaikanlah (Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang tunduk patuh (kepada Allah)”. Q. S. Al-Hajj/022: 34.

Istilah idul qurban dijelaskan Alquran berkaitan dengan peristiwa Habil dan Qabil ketika keduanya diminta untuk melaksanakan qurban. Qurban yang dilaksanakan keduanya berbeda, qurban qabil memilih dari hasil panen yang tidak baik, sementara Habil memilih domba yang paling baik. Salah satu qurban dari mereka diterima, qurban terbaik adalah milik Habil.

Kejadian kebaliknya, Qabil qurbannya tidak diterima bukan mengitrospeksi diri, malah muncul iri dengki dalam hati, yang melahirkan sifat dendam dan, pada akhirnya terbersit dari Qabil untuk membunuh saudaranya sendiri. Qabil tidak mampu mengelola dirinya, dan tidak mampu mengambil pelajaran penting dari apa yang telah dilakukannya. Di sinilah perlunya mengelola hasad dalam diri, sebab ia akan melahirkan rasa dendam, sehingga terjadi pembunuhan.

Pertanyaannya, kenapa qabil lebih memilih qurban yang dipilih dari sayuran yang jelek, padahal jumlah tanaman di kebunnyanya sangat banyak dan segar-segar. Pilihan terburuk untuk berkurban oleh Qabil dikarenakan rasa kikir, bakhir, pelit, dan sejenisnya lebih dominan dalam diri Qabil.

Dibalik Qurban mengandung sedekah, hikmah dari bersedekah bertambahnya jumlah nilai walaupun pada kenyataan fisiknya berkurang. Orang yang memahami hikmah pada sedekah ia mampu melihat pelajaran terpenting dibalik fakta. Walaupun jumlah harta yang disedekahkan berkurang namun keberkahannya bertambah. Ibaratnya harta yang disimpan lebih banyak dari pada harta yang dipegang olehnya.

Bakhil telah membawa manusia kehilangan daya rasa, kikir juga menjadikan hati keras dalam menangkap fenomena. Ketika harta berada di hatinya, maka akan susah untuk memberi, sebab harta yang tersimpan dalam hati tidak dapat dilihat lagi, jangankan orang lain ia sendiri sulit untuk melihatnya. Sementara orang yang meletakkan harta di tangannya, ia dengan mudah dapat memberinya pada orang lain.

Begitulah umpama Qabil, meletakkan harta di hatinya, sehingga ia berat untuk mengeluarkannya. Karena itulah, ketika perintah Qurban dibebankan padanya ia mengambilnya dari tanaman yang palik jelek.

Di sini jelas terlihat bahwa Qabil adalah orang yang tidak memahami hikmah dibalik qurbannya. Qabil hanya melihat makna fisik dari qurbannya, maka seiap yang dikeluarkan ia merasa hartanya akan terus berkurang. Qabil tidak mampu melihat dibalik harta yang diqurbankan akan medapatkan nilai yang banyak pada  dimensi yang lain. Orang yang kikir sesungguhnya ia adalah sedang mencelakakan dirinya. Inilah imbalan yang diterima oleh Qabil sebab tidak memaknai dibalik fakta akan qurbannya.

وَاَنْفِقُوْا فِيْ سَبِيْلِ اللّٰهِ وَلَا تُلْقُوْا بِاَيْدِيْكُمْ اِلَى التَّهْلُكَةِ ۛ وَاَحْسِنُوْا ۛ اِنَّ اللّٰهَ يُحِبُّ الْمُحْسِنِيْنَ

“Dan infakkanlah (hartamu) di jalan Allah, dan janganlah kamu jatuhkan (diri sendiri) ke dalam kebinasaan dengan tangan sendiri, dan berbuatbaiklah. Sungguh, Allah menyukai orang-orang yang berbuat baik”.







Qabil tidak ingin berkurban dengan hasil panen yang baik, sementara Habil berkurban dengan dombanya yang paling bagus. Keduanya mendapat hasil yang berbeda. Terpujinya seseorang bukan karena kekayaannya, namun lebih pada kemurahan hatinya. Ia akan memberi yang terbaik ketika ia diminta untuk berkurban sesuatu.

Orang-orang pemurah, ia akan dekat dengan Allah, sementara orang yang bakhil akan menjauhkan dirinya dari Allah dan Rasulnya. Inilah yang diterima oleh Qabil dan Habil. Keduanya mendapat reward yang berbeda dari balasan atas apa yang telah diqurbankan. Tindakan Qabil mendapatkan celaan, sementara tindakan Habil mendapatkan pujian sepanjang masa pula. Dan keduanya telah memberi contoh pada dua peristiwa, yang baik dan yang buruk. Dikarenakan salah memahami makna bersedekah, maka salah pula imbalan yang diterima.

وَلَا يَحْسَبَنَّ الَّذِيْنَ يَبْخَلُوْنَ بِمَآ اٰتٰىهُمُ اللّٰهُ مِنْ فَضْلِهٖ هُوَ خَيْرًا لَّهُمْ ۗ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ ۗ سَيُطَوَّقُوْنَ مَا بَخِلُوْا بِهٖ يَوْمَ الْقِيٰمَةِ ۗ وَلِلّٰهِ مِيْرَاثُ السَّمٰوٰتِ وَالْاَرْضِۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ ࣖ

“Dan jangan sekali-kali orang-orang yang kikir dengan apa yang diberikan Allah kepada mereka dari karunia-Nya mengira bahwa (kikir) itu baik bagi mereka, padahal (kikir) itu buruk bagi mereka. Apa (harta) yang mereka kikirkan itu akan dikalungkan (di lehernya) pada hari Kiamat. Milik Allah-lah warisan (apa yang ada) di langit dan di bumi. Allah Mahateliti apa yang kamu kerjakan”. Q. S. Ali-Imran/003: 180.

Berpikir jika harta yang diinfakkan akan berkurang adalah kesalahan dalam memahami sedekah. Itulah makna hikmah menyadari akan sesuatu pada nilainya, bukan pada fisiknya. Kebaikan akan mendapati kebaikan, tidak hanya berlaku antara manusia dengan Tuhan, namun juga berlaku dalam kehidupan sosial, tidak dapat diterima kebakhilan oleh manusia. Bahkan pribadi yang kikir pun tidak suka pada orang yang memiliki sifat bakhir. Mudah melihat kebakhilan pada diri orang lain, namun begitu sulit menyadari kikir pada diri sendiri.

Kenyataan ini harus dipahami bahwa tidak perlu kebaikan itu mendapatkan kebaikan pula pada orang lain, atau imbalan balik ketika memberi. Setiap apa yang disedekahkan ada makna yang tersembunyi dibalik itu.

Menyelami peristiwa qurban, Qabil telah mewarisi sifat bakhil, dan Habil telah mewarisi sifat pemurah sepanjang sejarah hidup manusia. Peristiwa ini akan terus berulang dan pengikutnya baik bakhil mapun tidak akan terus ada dari kalangan manusia itu sendiri.

Lumrahnya manusia ketika mendapatkan rizki ia akan begitu dekat dengan Tuhan, dan ketika mendapat nikmat ia jauh dari ketentuan-ketentuan Allah. Ketika berkekurangan segala ibadah sepertinya akan dilakukan, ketika mendapat nikmat semuanya dikunci habis-habisan hingga apa yang ada padanya tidak mudah untuk dibagi kepada yang lain.

Bagi siapa yang bakhil, sesungguhnya ia telah kikir pada dirinya sendiri. Begitulah Alquran menggambarkannya. Yang mendapatkan hikmah dari bersedekah mereka akan berpikir sebaliknya. Dengan bersedekah ia memahami telah bersedekah pada dirinya sendiri. Sebab banyak hikmah yang dapat dipahami dari apa yang telah diberikan, baik untuk dirinya maupun untuk orang lain.

Qabil ada dipihak kebakhilan, hingga qurbannya ditolak. Peristiwa tersebut tidak membangkitkan kesadaran dirinya, malah ia terjerumus pada bisikan yang jauh lebih buruk, munculnya rasa iri, dengki, dan hasut. Lalu sampai pada tindakan tega membunuh sodaranya sendiri. Pembunuhan ini dipicu dari apa yang didapat setelah Qurban  Habil mendapatkan balasan yang baik.

Pada akhirnya, kita adalah orang yang tidak hanya melihat peristiwa qurban pada jumlah materinya, namun juga mampu memahami akan nilainya. Hikmah dari peristiwa Qabil dan Habil seyoginya membawa kita pada pemaknaan yang dalam terkait dengan perintah dan larangan. Sangat berpotensi bahwa Qabil adalah kita, dan kita juga sangat terbuka peluang untuk mengikuti jejak Habil.

Purwakarta, 17 Juli 2022.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

Teuku Badruddin Syah: Membangun Politik Aceh Melalui Pikiran Ulama