Konsep Ilmu Hanya Sebatas Mempersaksikan

Konsep ilmu pengetahuan adalah “liyuballighusysyahid minkumul ghaaib”, sampaikanlah apa yang dipersaksikan kepada orang yang tidak menyaksikannya. Komponen penting bagi manusia adalah ilmu, keberadaan ilmu tidak pernah terlepas dari manusia itu sendiri. Islam sangat mengagungkan kedudukan ilmu. Ulama dan intelektual sebagai mesin ilmu telah banyak melahirkan karya-karya, melalui pemikiran mereka ilmu dikembangkan dalam berbagai ranah kehidupan. Ilmu pengetahuan telah menjawab segala persoalan yang dihadapi manusia pada konteks zamannya.

Ilmu yang datang hari ini adalah hasil dari penyampaian pikiran-pikiran para pemikir terdahulu. Pengetahuan tercecer pada tiap-tiap zaman dan eranya. Perkembangannya sangatlah cepat. Bahkan pengetahuan berkembang jauh lebih cepat dibandingkan kemampuan kebanyakan orang-orang memahaminya. Satu ilmu belum diketahui sudah muncul ilmu yang baru. Perubahan ini terjadi dalam hitungan detik, begitu cepat.

Alquran menjelaskan bahwa orang-orang yang memiliki ilmu mendapatkan apresiasi yang tinggi. Artinya, kemampuan yang dimiliki oleh seseorang mendapat tempat baik di sisi Tuhan manusia di sisi manusia. Di sisi Tuhan ia mendapat balasan yang baik sebab sudah bersusah payah mempelajarinya. Upaya inilah yang berilmu mendapat tempat di sisi-Nya, dan membawa syafaat besar bagi manusia. Keberadaan orang berilmu dibutuhkan untuk menyelesaikan masalah umat. Semakin langka ilmu yang dimiliki seseorang maka semakin dibutuhkan keberadaannya.

Kata ‘ilmu dalam bahasa Arab terdiri atas huruf ‘ain-lam-mim. Ketiga huruf ini dapat dimaknai bahwa kedudukan ‘ilmu sangatlah tinggi, dan tidak hanya sampai di situ, ilmu juga meninggikan derajat pemiliknya. Huruf ‘ain dapat dibaca ‘illiyyin, bermakna tinggi. Artinya, orang yang memiliki ilmu mendapatkan kedudukan atau tempat yang tinggi. Huruf lam dapat dibaca layn, bermakna lembut. Artinya, orang yang memiliki ilmu mempunyai ucapan, sifat, dan tindakan yang lembut. Ada pun huruf mim dapat dibaca maali atau al-maalik, bermakna penguasa/raja. Artinya, pemilik ilmu memiliki kekuasaan atas ilmu yang dimiliki.

Ilmu sebagai ceceran informasi yang hinggap pada pikiran-pikiran orang-orang telah mencerdaskan zamannya. Tatanan hidup dalam bidang ada pun dibangun berdasarkan ilmu pengetahuan. Tiga pilar kehidupan selalu mengitari kehdupan manusia yakni; ilmu, seni, dan iman. Kehidupan akan semakin mudah jika dijalani berdasarkan petunjuk ilmu. Kehidupan akan menjadi indah jika dijalani berdasarkan kehendak seni. Dan dkehidupan akan menjadi terarah jika dijalani berdasarkan keimanan. Dengan ilmu hidup menjadi mudah, dengan seni hidup menjadi indah, dan dengan iman hidup menjadi  terarah.

Orang yang berilmu atau juga disebut ahli al-ilm mesti mengedepankan adab dalam bersikap. Beradab terhadap terhadap ilmu bukan hanya untuk siempunya ilmu melainkan pada orang yang mempelajarinya (al-muta’allim). Hubungan keduanya terikat dengan konsep oposisi biner, di mana sebagai sebuah sistem berusaha membagi dunia dalam dua klasifikasi yang berhubungan secar struktural. Di sini, ahlul ilmi dengan al-muta’alim memiliki hubungan sebagai penyampai ilmu dan sebagai penerima.

Instrumen adab dalam ilmu sangatlah penting, bahkan kedudukan adab lebih utama dibandingkan ilmu. Ungkapan  al-adabu fawqa ilmi memperkuat kedudukan bahwa instrumen adab begitu penting. Memisahkan ilmu dan adab sama dengan meniadakan salah satunya. Walaupun ilmu memiliki keistimewaan tersendiri bagi pemiliknya, sehingga satu huruf saja yang diajarkan mendapat ganjaran. Namun, jika tidak menanamkan adab ilmu hanya menjadi pengetahuan saja, dan tidak membawa pemiliknya mendapatkan kemuliaan. Antara ilmu, dan adab juga dipahami dua dunia yang harus diberi klasifikasi berbeda.  

Tuhan sebagai pemilik ilmu, dalam konteks studi telah memperkenalkan diri-Nya dengan sifat yang sangat beradab. Allah Swt memulai awal surat ar-rahman dengan namanya sendiri. Allah Swt tidak memulai surat ini dengan nama yang menakutkan seperti al-maalik, al-‘adhim, al-jabbar, serta nama-nama yang menujukkan sifat keperkasaan bagi-Nya. Sebab, setelah kata ar-rahman Allah menyebutkan ‘allamal quran, khalaqal insana ‘allamahul bayaan, bermakna Allah yang mengajarkan Alquran, dan menciptakan manusia, serta mengajarkan pandai berbicara. Kata al-bayan yang dimaksud di sini bukan hanya mengajarkan bicara melainkan juga memberi penjelasan-penjelasan menyangkut ilmu pengetahuan terkait kesemestaan.

Melalui ayat ini Allah Swt menawarkan sistem pembelajaran dengan konsep kasih sayang. Artinya, proses penyampaian ilmu harus disampaikan dengan cara yang baik, lembut, santun, bersifat kekinian, sistematis, metodelogis, mengungkapkan rahasia-rahasia, menjunjung tinggi rasionalitas, radiks, dan berbagai macam cara lainnya. Kesantunan dalam proses belajar mengajar sampai pada tahap negara menjami biaya secara gratis bagi masyarakatnya.

Adapun ilmu pada dasarnya adalah proses persaksian yang dijalankan oleh manusia dari generasi ke generasi. Mempersaksikan di sini dapat dipahami dalam beberapa hal. Pertama, ilmu didapatkan melalui penyampaian orang alim di bidangnya. Inilah yang disebut dengan proses belajar mengajar, hadir langsung dalam majelis ilmu. Kedua, ilmu didapatkan melalui proses mebaca dari buku-buku yang ditulis oleh para ahli. Ketiga, ilmu didapatkan melalui proses pewahyuan (ini dialami oleh para Nabi), perenungan, pemikiran, instuisi laduni (ini sebagaimana yang dialami oleh para failosuf dan orang-orang saleh), dan lain sebagainya.

Ada ilmu yang didengar oleh sebagian orang melalui tempat-tempat penyampaian ilmu tidak didengar oleh sebagian yang lain. Ada ilmu yang dibaca oleh sebagian orang dan tidak dibaca oleh sebagian yang lain. Ada ilmu yang dipikirkan sebagian orang dan tidak dipikirkan oleh sebagian yang lain. Ada ilmu yang diketahui oleh sebagian orang lain dan tidak dikuasai oleh sebagian yang lainnya. Intinya, sebanyak apa pun dan apa pun ilmu yang dikuasai manusia tetap saja memiliki batas wama utitum minal ‘ilmi illa qaliil (tidaklah ilmu diberikan kecuali sedikit saja).

Transformasi ilmu berlangsung dalam berbagai bentuk. Di era digital ilmu disampaikan secara berulang-ulang yang digerakkan oleh mesin. Guru yang dulunya diprakekkan oleh manusia saat ini diganti oleh mesin pencari., baik dalam bentuk tulisan audio, dan visual. Visualisasi ilmu mempercepat pengetahuan sampai kepada orang-orang dengan sangat cepat, tetapi tidak menyuguhkan keteladan.

Kesombongan atas kepemilikan apa pun merupakan perbuatan tercela, apalagi membangun kesombongan atas kepemilikan ilmu. Jatuhlah derajat siempunya ilmu. Sesombong apa pun orang yang berilmu tetap tidak berpengaruh terhadap keberadaan ilmu. Artinya, ilmu tidak tidaklah turun derajatnya jika pemilik ilmu memiliki sifat angkuh. Tetapi, orang yang memiliki ilmu akan jatuh kewibawaannya jika ia membangun kesombongan dalam dirinya. Sifat Ilmu membangun kesadaran jiwa dari kesombongan, bukan dijadikan sebagai kekuatan diri untuk berlaku sombong dan angkuh.

Manusia bukanlah pemilik ilmu, manusia hanya hadir sebagai pihak yang mempersaksikan saja, melalui pendengaran, penglihatan, dan rasa yang tertanam dalam hati. Kesadaran inilah yang harus dibangun oleh setiap orang yang memiliki ilmu pengetahuan. Melalui persaksian tersebut ia kembali menyatakan kembali ilmu-ilmu yang ada pada dirinya pada pihak-pihak yang lain. Sehingga, proses penyampaian ilmu terus berkembang tanpa sifat menyombongkan diri.   

Pengetahuan yang dimiliki oleh setiap zaman hanya sebatas persaksian saja melalui proses pembelajaran orang-orang pandai. Persaksian terasebut bisa jadi karena ikut mendengarnya, ikut membaca, ikut menelaah, ikut melihat, dan lain sebagainya. Semua yang disampaikan hanyalah semata pengetahuan berantai yang dilakukan oleh orang-orang yang mempersaksikannya. Mempersaksikan ilmu akan terus berlanjut selama manusia terus hidup dan membangun peradabannya.

Proses peradaban ilmu pengetahuan melalui ceceran-ceceran ide yang terus berkembang sesuai dengan era yang dilalui. Proses keilmuan sifatnya hanya sebatas “liyuballighusysyahid minkumul ghaaib” (hendaklah menyampaikan kembali apa yang telah dipersaksikan), baik itu ilmu pengetahuan maupun pengalaman hidup yang terlebih dahulu telah dirasakan serta diketahui seluk-beluknya orang para pendahulu. Berkembangnya ilmu pengaetahuan dalam bidang apa pun karena adanya orang-orang yang hadir dalam ruang mempersaksikan ilmum. Dan sangatlah keliru orang-orang yang memiliki ilmu pengetahuan merasa dirinya hebat hanya karena sedikit saja ilmu yang diketahui.

"tembilang di rumpun langsat, terletak di tempat yang landai, sudah disebut semua yang dapat, adapun yang tinggal berpulang pada yang pandai". 

Ungkapan di atas adalah pantun Melayu, pertanda sebanyak apa pun yang diketahui hanya secuil saja  disaat ilmu pengetahuan saling berhadapan di tengah orang-orang pandai. Duduklah dengan orang pandai agar bisa melihat betapa bodohnya diri, dan duduklah bersama orang kaya agar terlihat diri miskin.

Jawa Barat, 27 Agustus 2023

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

Teuku Badruddin Syah: Membangun Politik Aceh Melalui Pikiran Ulama