Paradoks Cinta: Menimbang Ulang Ketiadaan Sifat Cinta dalam Asmaul Husna
Sifat mencintai dalam diri manusia melahirkan tiga malapetaka; mencemburui, memarahi, lalu membenci. Cinta sering dipuja sebagai kekuatan agung yang menyatukan manusia, melahirkan kebahagiaan, dan menjadi fondasi relasi sosial. Namun, dalam kenyataannya, cinta juga dapat menjadi sumber luka terdalam, penderitaan batin, dan bahkan kehancuran eksistensial. Fenomena ini, realitas yang dapat dianalisis secara ilmiah dan filosofis. “Cinta membunuh jiwa manusia” bukanlah hiperbola, melainkan refleksi dari kehilangan nilai, arah, dan kesadaran. Filsafat memandang cinta sebagai pengalaman eksistensial yang kompleks. Para filsuf besar telah mengungkap sisi gelap cinta. Soren Kierkegaard, menyatakan bahwa cinta yang tidak diarahkan kepada yang transenden akan berujung pada keputusasaan. Cinta yang terlalu terikat pada dunia fana menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan eksistensial. Friedrich Nietzsche, melihat cinta sebagai ekspresi kehendak untuk berkuasa. Cinta yang posesif adalah...
Komentar
Posting Komentar