Postingan

Leader Prophetik: Bukanlah Biografi Epik dari Ilusi Kekuasaan Manipulatif

Gambar
Mengkaji konsep kepemimpinan prophetik dengan menelusuri nilai-nilai kenabian yang diwariskan Nabi Muhammad Saw, khususnya empat sifat utama; shiddiq, amanah, fathanah, dan tabligh. Kepemimpinan Nabi tidak dibangun atas dasar dramatisasi asal-usul atau penderitaan masa lalu, melainkan pada integritas dan tanggung jawab moral. Terjadinya paradoks kepemimpinan di mana narasi “dari kalangan bawah” sering dimanfaatkan sebagai alat legitimasi, namun berujung pada praktik kekuasaan yang kontraproduktif dan manipulatif. Menyoroti fenomena logika terbalik dalam politik lokal, di mana pengakuan sebagai “orang susah” justru menjadi strategi untuk meraih kemewahan. Dengan mengangkat metafora siluman dan sepatu kaca, tulisan ini mengajak pembaca untuk membedakan antara panggung pencitraan dan kepemimpinan sejati yang berakar pada nilai-nilai kenabian. Kesadaran kolektif dan keberanian moral menjadi kunci untuk mengembalikan ruh kepemimpinan sebagai amanah, bukan ambisi. Meniru kepemimpinan Nabi bu...

Paradoks Cinta: Menimbang Ulang Ketiadaan Sifat Cinta dalam Asmaul Husna

Gambar
Sifat mencintai dalam diri manusia melahirkan tiga malapetaka; mencemburui, memarahi, lalu membenci. Cinta sering dipuja sebagai kekuatan agung yang menyatukan manusia, melahirkan kebahagiaan, dan menjadi fondasi relasi sosial.  Namun, dalam kenyataannya, cinta juga dapat menjadi sumber luka terdalam, penderitaan batin, dan bahkan kehancuran eksistensial. Fenomena ini, realitas yang dapat dianalisis secara ilmiah dan filosofis. “Cinta membunuh jiwa manusia” bukanlah hiperbola, melainkan refleksi dari kehilangan nilai, arah, dan kesadaran. Filsafat memandang cinta sebagai pengalaman eksistensial yang kompleks. Para filsuf besar telah mengungkap sisi gelap cinta. Soren Kierkegaard, menyatakan bahwa cinta yang tidak diarahkan kepada yang transenden akan berujung pada keputusasaan. Cinta yang terlalu terikat pada dunia fana menjerumuskan manusia ke dalam penderitaan eksistensial. Friedrich Nietzsche, melihat cinta sebagai ekspresi kehendak untuk berkuasa. Cinta yang posesif adalah...

Fatimah Az-Zahra: Pewaris Keteladanan Kenabian dan Penyangga Peradaban

Gambar
  Salah satu nama surat dalam Alquran dinamai dengan an-Nisa'. Kata an-Nisa' bukan menyebut perempuan dalam pengertian jenis kelamin, melainkan gambaran tentang potensi perempuan. Dalam kajian semantik Toshihiko Izutsu, kata an-nisa’ tidak hanya menunjuk pada perempuan sebagai lawan jenis laki-laki, tetapi juga mengandung makna sosial, spiritual, dan eksistensial. Penggunaan kata an-nisa’ dalam Alquran sering kali terkait dengan hukum waris, hak-hak sosial, tanggung jawab keluarga, dan peran perempuan dalam masyarakat. Ini menunjukkan bahwa perempuan dipandang sebagai subjek aktif yang memiliki potensi, bukan objek pasif. Penamaan satu surah dengan an-Nisa’ menunjukkan pengakuan terhadap kompleksitas dan pentingnya peran perempuan dalam kehidupan sosial dan spiritual umat Islam    Sejarah kenabian; Nabi Muhammad Saw tidak hanya meninggalkan umatnya dengan wahyu dan sunnah, tetapi juga dengan keteladanan yang hidup melalui keluarganya. Sosok Fatimah az-Zahra menjadi s...

Nabi Muhammad Melarang Meniup Makanan yang Masih Panas

Gambar
Larangan meniup makanan atau minuman panas yang diajarkan oleh Nabi Muhammad Saw bukan sekadar adab, melainkan sebuah prinsip etis dan higienis yang memiliki dasar ilmiah dan spiritual. Hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas menegaskan larangan bernapas atau meniup ke dalam bejana saat makan dan minum. Secara ilmiah, tindakan meniup makanan berisiko menyebarkan mikroorganisme dari mulut ke makanan, mengubah komposisi kimia melalui karbon dioksida, serta menanamkan kebiasaan tidak sehat pada anak-anak. Perspektif adab, larangan ini mencerminkan nilai kesabaran, ketenangan, dan penghormatan terhadap rezeki. Perspektif spiritual, makanan dipandang sebagai amanah Ilahi yang harus diperlakukan dengan penuh syukur dan penghormatan. Larangan ini mengajarkan bahwa sunnah Nabi mengandung hikmah yang melindungi jasmani dan menyucikan rohani, serta membentuk pribadi yang bersih, santun, dan penuh syukur dalam menerima nikmat Allah. Dasar hadis. Dalam sebuah hadis yang diriwayatkan Ibnu Abbas radhiyal...

Etika Profetik: Tata Ruang Membangun Rumah Perspektif Sunnah

Gambar
  Perlunya mengkaji dimensi etis, sosial, dan spiritual dalam pembangunan rumah menurut perspektif Islam, dengan merujuk pada risalah kenabian Nabi Muhammad Saw sebagai landasan nilai. Islam tidak hanya mengatur hubungan transenden antara manusia dan Tuhan, tetapi juga menata hubungan sosial secara komprehensif, termasuk dalam aspek tata ruang dan pembangunan fisik. Membangun rumah dipandang bukan sekadar aktivitas teknis, melainkan tindakan moral yang mencerminkan tanggung jawab terhadap lingkungan dan masyarakat. Prinsip-prinsip seperti menjaga hak tetangga, memperhatikan arah angin, akses jalan, dan transportasi menjadi bagian dari etika profetik yang menekankan keseimbangan antara kenyamanan pribadi dan kepentingan kolektif. Dalam konteks ini, Islam telah lebih dahulu mengintegrasikan nilai-nilai keberlanjutan dan keadilan spasial ke dalam praktik pembangunan. Rumah yang dibangun dengan kesadaran sosial dan spiritual menjadi simbol peradaban kecil yang berakar pada kasih sa...

Kekuasaan Menekan Ke Bawah Pertanda Mental Botolok

Gambar
  Kata Soekarno, “Belajar tanpa berpikir itu tidaklah berguna, tapi berpikir tanpa belajar itu sangatlah berbahaya”. Elemen penting dari berjalannya peran pemerintah adalah adanya pegawai negara. Pengawai ini sengaja direkrut dengan berbagai kompetensi. Adapun statusnya sesuai dengan kebutuhan, anggaran, dan kebijakan. Di negara ini pegawai disebut dengan ASN (Aparatur Sipil Negara), berperan sebagai perencana, pelaksana, dan pengawas penyelenggaraan tugas umum pemerintahan dan pembangunan nasional melalui pelaksanaan kebijakan dan pelayanan publik yang profesional, bebas dari intervensi politik, serta bersih dari praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme. Dari sini dapat dilihat bahwa intervensi politik dalam menjalankan pemerintahan tidak boleh dilakukan. Apalagi melakukan penekanan dari atas ke bawah. Kekuasaan yang menerapkan sistem menekan ke bawah menandakan penguasanya lemah dan bodoh. Karena lemah maka unsur penting kenegaraan digerakkan untuk tunduk dan patuh. Membuat tunduk ...

17 Agustus: Kemerdekaan Milik Manusia Bukan Milik Ikan

Gambar
  Kemerdekaan milik manusia bukan milik ikan. Karena itu, memperingati hari kemerdekan mesti dilaksanakan di tengah-tengah manusia bukan di kalangan ikan. Memperingati hari kemerdekaan mesti di darat bukan di laut. Muncul wacana pemerintah di daerah dalam rangka memperingati hari kemerdekaan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus 2025 di tengah laut bersama ikan-ikan bukanlah sesuatu yang patut. Hari kemerdekaan milik manusia Indonesia yang tinggal di darat, bukan milik ikan tinggal di laut (di dalam air), karena manusia Indonesialah yang merasakan sakitnya penjajahan. Kemerdekaan milik manusia Indonesia bukan milik ikan, maka prosesi hari kemerdekaan mesti diperingati di tengah-tengah manusia Indonesia, bukan di tengah-tengah laut bersama ikan dan hewan-hewan laut lainnya. Dalam sejarah penjajahan ikan dan makhluk lainnya di laut di dunia mana pun tidak pernah merasakan penjajahan. Karena itu ikan tidak perlu hari kemerdekaan. Justru ikan santapan bagi orang-orang yang merdeka...