LUPA BOLEH MELUPAKAN JANGAN






Manusia adalah makhluk yang unik, kehadiran manusia antara satu dengan yang lain tidaklah sama, baik bentuk maupun sifatnya, hatta anak yang lahir kembar sekalipun keunikannya tetap saja terlihat. Alquran memberi gambaran dalam menjelaskan tentang manusia terkait karakter yang melekat pada setiap manusia berdasarkan suku kata yang dimunculkan seperti kata "anasa" dan "nasiya".

Anasa bermakna manusia adalah makhluk yang bergerak terus mengiringi masa; baik zaman maupun putaran hidup yang terus berkembang secara sosial, politik, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan, budaya, dan agama. Bagi yang tidak mampu bergerak mengikuti zamannya maka ia akan kehilangan kesempatan terbaik. Manusia dalam berbagai konteks hadir sebagai peneliti dan sekaligus sebagai objek yang diteliti.

Keseimbangan sering tidak muncul di antara manusia jika antar personal saling meng-objekkan diri. Subjektivitas bukan bermakna masing-masing manusia merasa benar dengan sendirinya, melainkan keberadaannya sebagai pelaku bukan sebagai pihak yang dilkukan, sehingga masing-masing meng-objekkan dirinya.

Artinya, masing-masing merasa lebih baik. Bukan hanya dalam memperlakukan manusia saja, melainkan juga makhluk yang lain harus diposisikan sebagai subjek. Kemudian tidak lagi ada yang dinomor duakan perhatiannya antar sesama makhluk, kecuali prioritasnya saja.

Mencermati manusia dalam konteks nasiya; manusia adalah makhluk pelupa. Memori yang terbatas membuat manusia cepat kehilangan kesadarannya. Karena itulah kesalahan yang dilakukan manusia dimasa lalunya cepat terlupakan.

Banyak faedahnya keberadaan manusia sebagai makhluk pelupa, karena lupa manusia terus-menerus mesti dinasehati secara berulang-ulang dengan nasehat yang sama. Kondisi seperti ini membuat kerja para guru, ustadz, dan teungku menjadi sangat mudah, dengan mengutarakan materi yang sama mereka bisa menyampaikannya secara berulang kali.

Manusia sebagai makhluk pelupa juga menguntungkan dalam gerak sosial dan politik. Bayangkan, orang-orang yang dulunya sudah tidak mendapatkan tempat di ruang publik sebab buruk prilaku dan sifatnya saat kekuasaan ada di tangannya; dalam prosesnya mereka banyak melakukan kesalahan yang merugikan umat. Dengan memanfaatkan modal "lupa" kehadiran mereka ditahun politik selalu mendapatkan panggung. Bahkan mereka berani mencalonkan dirinya sebagai kontestan politik pada pemilihan masa yang akan datang.

Melupakan kesalahan orang lain sangat dianjurkan dalam Islam, tetap ini dimaksud dalam konteks kesalahan yang sifatnya personal bukan dalam konteks komunal, apalagi terkait dengan urusan publik secara keseluruhan.

Kekuasaan bukanlah bicara personal hingga dosa yang dilakukan pun dipahami sebagai dosa komunal. Orang-orang yang dulunya telah bermasalah dengan dirinya seharusnya tidak diberikan panggung lagi di ruang publik. Partai politik wajib memblacklist keberadaan mereka sebagai orang yang dicalonkan kembali pada pemilu yang akan datang.

Sepertinya, ini tidak berlaku dalam sistem politik etis kita, orang-orang yang pernah hadir sebagai pihak yang mengecewakan dimasa lalu kini kembali diberikan panggung politik, bahkan foto-foto mereka beredar secara masif di media-media. Artinya, mereka ini bukan hanya berani tetapi juga tidak memiliki rasa malu sedikit pun. Mari kita lupakan kesalahan orang lain dalam bentuk personal, tetapi tidak melupakan dosanya dalam konteks komunal politik kekuasaan.

Etika dasar barometernya adalah diri sendiri, jika diri sendiri saja sudah bermasalah otomatis dalam konteks yang lebih luas ia akan melakukan kesalahan yang sama dalam bentuk yang berbeda. Jika marwah dirinya saja ia tidak bisa menjaganya dengan baik secara personal lalu bagaimana ia mampu menjaganya dalam konteks komunal, yang mana urusannya sangatlah kompleks, tidak hanya menyangkut dengan dirinya juga terkait dengan persoalan orang lain dalam berbagai konteks.

Kalo mereka tidak punya rasa malu; berani tampil kembali di ruang publik, maka yang perlu dilakukan saat ini adalah update kembali memori lupa pada setiap kita sebagai dasar sifat manusia, sehingga tampilan-tampilan yang pernah dipertontonkan oleh mereka dimasa lalu kembali muncul dibenak kita.

Memori itu perlu dibangkitkan lagi hingga layar keburukan benar-benar muncul kembali dalam pikiran kita saat melihat gambarnya. Hal ini dilakukan agar kita tidak terjatuh pada lobang yang sama dengan orang yang sama pula. Dalam dunia politik peristiwa-peristiwa yang menggelitik bisa saja terjadi.

Jakarta, 22  Mei 2023


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Meraih Gelar Doktor; Muchlinarwati Disabilitas yang Menginspirasi

Melihat Masalah dengan Masalah

Teuku Badruddin Syah: Membangun Politik Aceh Melalui Pikiran Ulama