Ar-Rahman: Pendidikan Ketuhanan Bersifat Kasih Sayang
ٱلرَّحْمَٰنُ ....عَلَّمَ
الْقُرْاٰنَۗ
Artinya, “(Tuhan) yang Maha pemurah. Yang telah mengajarkan Al Quran. Q. S. Ar-Rahman/055: 1-2.
Allah swt., adalah Maha Guru seru sekalian alam. Tuhan memperkenalkan diri-Nya dengan sifat ar-Rahman,
yang artinya Dzat yang memiliki sifat kasih sayang. Pada surat ini Tuhan tidak
memperkenalkan diri-Nya dengan nama yang lain seperti al-jabbal, al-‘adhim,
al-Malik, al-Kabir, dan nama-nama yang sepadan dengannya, nama yang
menunjukkan sifat kebesaran serta keagungan-Nya. Artinya, seorang guru tidak menampakkan keagungan dan kehebatannya, dan mendidik itu bukan dengan marah-marah tapi dengan ramah tamah.
Surat ini menunjukkan tanda-tanda pembelajaran. Ada kata ‘allama
pada ayat berikutnya, yang artinya ajarkanlah. Tuhan mengajrkan pengetahuan
yang terkait dengan Alquran, Tuhan mengajarkan manusia bagaimana berargumentasi
untuk menemukan kalimat-kalimat penjelas atas apa yang diciptakan-Nya di alam
ini. Seperti penciptaan matahari dan bulan, serta bintang dan tumbuh-tumbuhan,
semua benda-benda tersebut bersujud kepada-Nya.
Alam ini telah bersujud kepada Tuhan, dan manusia
dijadikan sebagai Khalifah di muka bumi untuk mengurus alam jagad raya. Lalu bagaimana
manusia dapat mengambil makna Khalifah agar semua yang ada di alam ini tunduk
atas segala perintahnya.
Tuhan juga memperkenalkan diri-Nya sebagai al-‘Alim,
artinya Maha Pemilik Ilmu. Seluruh penciptaan di alam ini disebut sebagai
makhluk dan bersifat baharu yang telah diciptakan Tuhan dengan spesifikasi
masing-masing. Spesifikasi ini bekerja sesuai dengan instalisinya. Instalasi inilah
bagian dari proses pengetahuan ketuhanan.
Sebagai Khalifah di muka bumi manusia dapat memahami dan
mengatur alam ini dengan ilmu pengetahuan. Dengan itu, pelajarilah ilmu dan
jadikanlah dirimu sebagai guru yang ‘alim pada saat mengajarinya.
Proses pengajaran ilmu walaupun kata al-‘ilmu tidak
disebutkan Tuhan pada ayat ini, yang disebut hanyalah ‘allama, ajarkan
Alquran, dan penciptaan manusia serta alam ini dengan bihusban (hitungan).
Melalui kata hisab Tuhan telah memberi tanda-tanda
kepada manusia bahwa ilmu yang terkandung di dalam Alquran sangat jelas
hitungan dan takarannya. Berbicara ilmu tidak hanya menjelaskan masalah-masalah
hukum agama semata, melainkan juga terkait dengan masalah alam semesta.
Dengan itu, ilmu yang mendasar sekali dalam agama ini
adalah ilmu tentang hitung menghitung. Seperti ilmu matematika, fisika, kimia,
manthiq, astronomi/falaq, biologi, geografi, oceonografi, dan berbagai macam
ilmu-ilmu yang lainnya.
Semua yang terkait dengan alam ini adalah ilmu. Maka untuk
mengetahuinya harus melalui pembelajaran ilmu, baik membaca yang tertulis dan
meneliti yang tak tertulis.
Tuhan telah memperkenalkan dirinya sebagai guru yang
mengajarkan ilmu kepada manusia. Ayat ini dimulai dengan kata ar-rahman.
Ar-rahman adalah guru yang mempraktekkan sifat kasih sayang dalam
menyampaikan dan mengajarkan segala pengetahuan.
Seorang guru atau seorang yang ‘alim adalah sosok
yang memiliki kasih sayang dalam mengajari para muridnya. Ulama dan guru adalah
sosok yang mengayomi umatnya dengan kacamata kasih sayang. Sebagaiman Tuhan
telah mengajarkan pengetahuan pada manusia dengan menggunakan sifat rahman sebagai
yang melekat pada diri-Nya.
Proses penyampaian ilmu tidak hanya dilihat dari
kemampuan seseorang guru menguasai ilmu pengetahuan, dan kemampuan menguasai harus
ditonjolkan kepada manusia. Sebab pada ayat di atas tidak disebutkan secara
spesifik untuk menyampaikan ilmu seseorang harus benar-benar ‘alim (menguasai).
Tuhan yang memiliki kapasitas ilmu melebihi luasnya
langit dan bumi, ketika berbicara tentang penyampaian ilmu memperkenalkan diri-Nya
dengan sifat ar-Rahman. Yakni sebagai pemilik kasih sayang.
Sebagaimana telah disampaikan oleh KH. Abdurrahman Wahid
atau Gusdur, bahwa ulama atau guru adalah orang yang menggunakan kaca mata
kasih sayang ketika melihat kepada umatnya. Al ‘ulama u yandhuru ilal ummah
bi ‘ainirrahmah.
Berdasarkan konteksnya melalui pemahaman akan ayat di
atas, maka kita mendapati lembaga pendidikan di Nusantara seperti pesantren
atau dayah dipimpin oleh ulama yang mengajarkan ilmu dengan kaca kasih sayang
sesuai denggan kemampuannya. Sangatlah mudah kita mendapatinya di Nusantara
pesantren atau dayah tidak pernah mematokkan biaya dalam proses belajar.
Pesantren atau dayah adalah lembaga pribadi. Melalui kepemilikan
pribadi ulama telah mengamalkan sisi-sisi tertentu terkait dengan kasih sayang
dalam menyampaikan ilmu. Dan harus berlaku di setiap lembaga pendidikan dengan guru
yang ramah, lembut, bersahabat, argumentatif, care, murah senyum, tidak
meninggikan egonya, mudah untuk ditemui saat berkonsultasi, dan pemurah dengan
murid dan santri serta mahasiswanya.
Dan ini sangat bertolak belakang dengan lembaga
pendidikan yang dikelola oleh pemerintah dan pihak-pihak swasta sebagai lembaga
penyampaian ilmu alam semesta, telah hilang bersamanya sifat ar-Rahman Tuhan.
Hilang dengan gurunya yang tidak bersahabat, dan biayanya yang sulit untuk
dijangkau oleh semua kalangan. Semakin tinggi jenjangnya semakin meninggi sikap
gurunya, dan semakin mahal biayanya.
Pendidikan yang mengamalkan sifat kasih sayang dapat
dilihat dari sikap para tenaga pengajar, guru, dosen, manajemen lembaga, dan
pengelolanya. Puncak kasih sayang dalam dunia pendidikan adalah pemerintah
menggratiskan segala biaya atas anak-anak negerinya pada segala jurusan bidang
studi.
Jakarta, 9
September 2021...
Komentar
Posting Komentar