Adu Jotos: Ide Kemashlahatan dengan Politik Kepentingan
Banyaknya terjadi polemik dalam politik anggaran disebabkan keliru dalam menjalankan orientasi kepemimpinan. Dominan yang dijalankan adalah politik kepentingan bukan politik kemashlatan. Jika politik anggaran terus mengutamakan kepentingan maka polemik akan terus muncul; baik polemik respon publik maupun polemik capaian program pembangunan. Pemerintah yang digaji oleh negara/rakyat seharusnya meninggalkan politik kepentingan dan wajib menjalankan politik kemashlahatan. Karena wajib maka mengabaikan kemashlahatan umat termasuk dosa besar.
Politik anggaran menyangkut sisi kehidupan secara kolektif, maka respon publik kolektif juga mengemuka. Respon publik ini bakal dipahami kegaduhan oleh pemangku kekuasaan. Seharusnya kekuasaan meminimalisir respon publik yang berpotensi gadoh dalam memainkan peranannya terkait anggaran. Menghentikan respon publik tidaklah mungkin, tetapi meminimalisirnya sangat memungkinkan. Dan ini mesti diawali dari atas.
Politik kepentingan merubah asa publik menjadi asa personal, sementara politik kemashlahatan merubah asa personal ke asa komunal. Dan ini hanya bisa dicegah dengan politik kemashlatan. Islam tidak mengajarkan keseimbangan dalam kekuasaan melainkan berpihak secara nyata bagi kepentingan rakyat. Dalam tatanan hukum Islam tidak ditemukan adanya kaedah kepentingan, yang ada hanyalah kaedah ke mashlahatan. Kaedah yang sering digunakan adalah "Dar ul mafasid 'ala jalbi mashaalih". Meminimalisir keburukan dari keburukan lebih besar perlu dikedepankan dalam pelaksanaan politik anggaran.
Terjadi pembahasan anggaran prematur dalam pemerintahan disebabkan karena politik kepentingan. Kekuasaan seharusnya menjalankan politik kemashlahatan. Sesuai dengan kaedah politik Islam "tanfidhul syukni bima yushlihul ummah", politik merupakan upaya mengantarkan kesejahteraan atas manusia. Tentunya kesejateraan bagi masyarakat bukan kesejahteraan untuk penguasa dan pejabat.
Sulit memang mencapai kemashlahatan dalam politik. Ini disebabkan kebutuhan manusia yang beragam. Upaya yang mesti dilakukan adalah meminimalisir buruknya politik anggaran. Usaha maksimal politik mesti dirubah dari politik kepentingan ke politik kemashlahatan. Ketika kemashlahatan diabaikan maka kekuasaan terus mengejar kepentingan. Kepentingan di sini bisa jadi kepentingan pribadi, kelompok, dan golongan. Gonjang-ganjing gelombang ekonomi umat disebabkan politik anggaran lebih mengutamakan kepentingan daripada kemashlahatan.
Selama ini politik kemashlahatan hanya disampaikan saat kampanye politik. Setelah kekuasaan didapat orientasi politik berubah; dari orientasi kemashlahatan ke orientasi kepentingan. Narasi-narasi politik saat pilkada sering dilupakan setelah pilkada. Dan, tidak jarang pernyataan-pernyataan yang diucapkan kandidat saat kampanye menjadi lawan dirinya sendiri saat politik kepentingan berjalan dalam kekuasaan.
Bahkan, saat kekuasaan dijalankan bukan hanya politik kepentingan yang berjalan tetapi juga menuduh dan mengidentifikasi orang-orang sebagai musuh hanya karena berbeda orientasi dalam memahami politik anggaran. Kehaduhan ini disebabkan karena, satu sisi kekuasaan berdiri pada politik kepentingan, pada sisi yang lain/di luar kekuasaan memahami politik kemashlahatan.
Proyek-proyek yang dijalankan dalam berbagai program di daerah mesti dirasionalkan dengan anggaran yang ada. Dalam situasi defisit dan efesiensi anggaran program mesti diplot berdasarkan skala prioritas. Pengadaan-pengadaan barang dan jasa yang diperhatikan adalah potensi anggaran bukan politik kepentingan. Gegabah dalam menentukan sikap terkait kebijakan anggaran dalam situasi sulit mengabaikan ide kemashlahatan. Lebih buruk di era penuh ambisi orang-orang tidak mampu membeda- mengharmoniskan antara kemashlahatan dan kepentingan.
Disaat politik kepentingan terus dipertahankan maka kekisruhan pubik dalam merespon kebijakan pemerintah terus muncul. Dalam menjalankan politik kemashlahatan walaupun belum tentu terciptanya kesejahteraan maksimal namun mampu meminimalisirkan terjadinya hal-hal buruk. Sesuai dengan kaedah ushul dalam tatanan hukum Islam “meminimalisir kerusakan”. Walaupun demikian, mengambil manfaat lebih besar lebih utama dari upaya meminimalisir keburukan. Artinya, memaksimalkan kesejahteraan atas umat manusia bagian dari politik kemashlahatan. Dalam konteks apa pun, benturan politik kepentingan dengan politik kemashlatanan akan selalu ada. Di sinilah sosok arif dan bijaksana dibutuhkan.
Serambi Peradaban, 17 Juli 2025
Komentar
Posting Komentar