NASEHAT NIKAH: KEWAJIBAN SUAMI DAN TOLERANSI ISTRI
Sabtu 19
Desember 2020, KH. Dr. (C) Danial Idrus , Lc, M. Th. I., menyampaikan nasehat
nikah pernikahan Andy Pratama Sujana, anak dari Bapak Dede Sujana/Wiwin
Winayawati dengan Arnela Qurrata ‘Aini, anak dari Bapak Iman Sidik
Musannas/Irma Candrasari, di Balai Sartika, Buah Batu, Bandung Selatan, Jawa
Barat.
Pada
kesempatan kali ini, Kiai Muda asal Makasar, dan juga kandidat doktor pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
menyampaikan pesan kepada kedua mempelai yang sudah melangsungkan akad
Pernikahan. Menikah pada dasarnya adalah sebuah
ikatan yang mana ketika diucapkan, ucapan tersebut langsung menjadi milik
Tuhan.
Artinya, akad nikah sifatnya sakral
dan mengandung pendidikan budaya keagamaan yang sanga kuat. Dengan akad nikah,
kedua anak manusia menyatu dalam satu ikatan keluarga, dan dengan budaya
keagamaan menjadikan akad sebagai pelekat persaudaraan antar keluarga besar.
Menikah dengan akad, lalu bersilaturrahim dengan saling memahami serta
menggunakan instrumen budaya yang kuat, sebagaiman berlaku pada adat dan
istiada setempat.
Menikah untuk mencapai kebahagiaan
sudah disebutkan di dalam Alqu’an. Di sini dapat kita pahami bahwa, pasangan
suami istri merupakan rangkaian ayat-ayat Tuhan yang tercipta. Dalam hal ini,
mengharuskan bahwa, ayat-ayat
ini mesti dijaga dengan baik, melecehkannya sama dengan melecehkan ayat-ayat
Tuhan yang tertulis.
Bagi suami dan istri, setelah
menikah bagaikan ayat Tuhan yang berjalan, maka tidak boleh keduanya saling
menyakiti. Terutama sekali bagi suami, tidak dibolehkan berkata dan bersikap
kasar pada istrinya, sebab menyakiti hati istri sama dengan telah melecehkan
ayat-ayat Tuhan di muka
bumi.
Dan ini tidak hanya berlaku bagi suami saja, termasuk juga bagi istri, tidak
boleh istri melecehkan suamimu, apalagi mengata-ngatainya dengan mmenggunakan kata-kata yang melecehkan dengan
alasanapapun.
Menjaga dengan baik rumah tanggamu,
engkau telah menjaga agama ini. Jika menikah
saja engkau
telah mendapati separohnya dari agama ini, apalgi
menjaga dan merawatnya dengan baik.
Menyikapi, menikah, pasangan suami
istri dipahami sebagai ayat-ayat Tuhan, maka untuk menjaganya ada tiga hal yang
harus diperhatikan. Hal yang pertama adalah rasa syukur. Menghidupkan rasa
syukur kepada Allah swt., tidaklah gampang bagi yang tidak memahami ada unsur
ketuhanan dalam dirinya.
Syukur adalah kata yang mudah untuk
diucapkan dan sulit dalam penerapan. Hampir semua manusia dapat bersyukur jika
mendapatkan keuntungan, namun sulit untuk merasa syukur di sa’at dalam keadaan tidak beruntung.
Padahal rasa syukur itu,
selalu harus terpatri
dalam diri manusia, namun dalam
pandangan diri manusia merasa
sebaliknya. Besyukur kalian berdua telah dipertemukan dengan jodohnya, dan
bentuklah rasa syukur itu dengan saling menerima kekurangan dan kelebihan
masing-masing. Terutama sekali bersyukurlah disa’at akad nikah dilangsungkan,
pernikahan kalian masih sempat disaksikan oleh kedua orang tua masing-masing,
dan masih sehat. Dan ini
tidak semua orang dapat menikmatinya.
Hal yang kedua, yang harus
diperhatikan adalah menghidupkan rasa sabar dalam diri masing-masing kalian berdua. Terkait dengan sabar juga menjadi
hal yang sangat berat bagi manusia untuk menerapkan dalam kehidupan. Sama
seperti rasa syukur,
kata sabar juga mudah diucapkan dan sulit untuk dilaksanakan. Sabar yang
bertepi keindahan, begitu sekiranya dipahami oleh manusia. Sabar yang
mendatangkan kemashlahatan bagi suami istri.
Sabar dengan
apa yang menimpa dalam bahtera rumah tangga, artinya, tetap berada pada satu
komitmen yang pernah dirintis sejak awal, sejak sebelum akad nikah dilanjutkan,
hingga hari di mana janji-janji manis yang sudah pernah diucapkan sebelumnya,
apapun yang menimpa tetap setia pada satu ikrar, “setia untuk selama, dan tetap
sabar atas apa yang menimpa”. Sabar juga dimaknai dengan saling
menerima pendapat serta menetap atas kesimpulan yang sudah diambil bersama, lalu dalam tindakannya tidak ada yang disalahkan.
Hal yang ketiga, yang harus diperhatikan adalah menghidupkan rasa ikhlas. Kata ikhlas menurut ahli tafsir, dalam kajian tauhid bermakna mengikhlaskan diri kita akan pengakuan terhadap Tuhan yang satu. Satu-satunya Tuhan adalah Allah swt., tidak ada Tuhan yang lain. Makanya, surat yang berkaitan dengan tauhid disebut dengan surat al-ikhlas, yang bermakna sempurna membersihkan diri dan mengikhlaskan diri dari kemusyrikan atas Tuhan Yang Maha Esa.
Ikhlas dalam berumah tangga adalah menerima dengan sepenuh hati
pasangan yang telah Tuhan berikan kepada kita tanpa tersimpan orang lain
sedikitpun di dalam hati, walaupun mantan lebih menarik dari apa yang Tuhan
berikan sa’at ini.
Sebagian orang
berkesimpulan, menikah dipahami sebagai nasib, mencintai juga tidak terlepas
dari takdir, engkau boleh menikah dengan siapapun namun engkau tidak akan mampu
mencintai siapa saja, begitulah sang pujangga cinta berkata.
Ikhlaslah
dengan apa yang telah kalian berdua dapatkan hari ini, jika ada tersisa
hati-hati yang lain, pendamkan itu dalam-dalam, dan jika tidak sanggup
sepenuhnya engkau lupakan, jadikanlah dia sebagai alumni hatimu, sehingga
engkau tidak pernah menyangka buruk kepadanya. Ikhlaskan dengan apa yang engkau
dapatkan hari ini, sebab dengannya engkau akan menyulam kembali di
halaman yang berbeda, akan hati-hati yang pernah terlanjur luka.
Wahai dinda
Andy Pratama Sujana, menikah bukan hanya sekedar hak memiliki, melainkan
pengalihan tanggung jawab, tanggung jawab yang sebelumnya berada dipundak orang
tua istrimu, hari ini setelah akad nikah berlangsung, maka pengalihan tanggung
jawab tersebut bergeser di pundakmu.
Menikah bukan hanya engkau memperistrikan anak dari mertuamu semata, namun jauh lebih bermakna dari itu, tanggung jawab orang tua terhadap anaknya digeser tugaskan untukmu, dari segala tanggung jawab yang ada. Maka dengan demikian, mengurus suami bagi istri jauh lebih diutamakan dari pada mengurus orang tuanya.
Namun, walaupun begitu adanya, tidaklah elok engkau sebagai suami
mengambil hak monopoli seenaknya atas istrimu,
berikan juga hak otonom orang tua kepada anaknya. Dikala sa’at tertentu, sang ayah juga akan
merindukan masa-masa di mana mereka bermanja ria dengan putri cantiknya, yang
kini sudah dipersuntingkan orang lain, yaitu dirimu.
Tanggung jawab
dalam bentuk kewajiban ini, jauh-jauh hari telah disampaikan oleh Baginda Nabi
Muhammad saw., sebagaimana dirwayatkan oleh Mu’awiyah al-Qusyairi radhiyallahu
‘anhu, ia bertanya pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, mengenai
kewajiban suami pada istri, lantas Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
bersabda,
أَنْ
تُطْعِمَهَا إِذَا طَعِمْتَ وَتَكْسُوَهَا إِذَا اكْتَسَيْتَ – أَوِ اكْتَسَبْتَ –
وَلاَ تَضْرِبِ الْوَجْهَ وَلاَ تُقَبِّحْ وَلاَ تَهْجُرْ إِلاَّ فِى الْبَيْتِ
Artinya, “Engkau
memberinya makan sebagaimana engkau makan. Engkau memberinya pakaian
sebagaimana engkau berpakaian -atau engkau usahakan-, dan engkau tidak memukul
istrimu di wajahnya, dan engkau tidak menjelek-jelekkannya serta tidak
memboikotnya (dalam rangka nasehat) selain di rumah” (HR. Abu Daud no. 2142).
Kewajiban yang
disampaikan oleh Nabi Muhammad saw., tentunya berlaku sesuai dengan konteks
zaman. Makan di zaman moderen ini, kuliner menjadi trendi masyarakat yang hidup
di kota-kota besar. Berpolemik memang, tetiba waktunya makan, sang suami harus
bergegas untuk membawa istrinya ke rumah makan ternama.
Tentunya,
makan hari ini tempatnya sangatlah beragam, seperti restauran, mol, rumah-rumah
makan mewah, atau tempat-tempat yang sudah disepakati oleh masyarakat moderen,
di mana banyak makanan yang dijajakan di sana, dengan harga yang tidak murah.
Mengingat
mahalnya harga makanan di tempat-tempat mewah, kewajiban yang ditanggung oleh
suami dipahami dengan bijak oleh sang istri. Kebijakan istri ini meringankan
beban suami, yang harus membayar dengan harga yang tinggi dikala setiap waktu
harus membawa istrinya ke rumah-rumah makan mahal.
Di sini, peran
istri atas kebijakannya hadir dengan semangat bertoleransi yang kuat. Istri
bertoleransi atas keterbasan finansial suami, yang harus membayar mahal harga
makanan di setiap waktunya. Bayangkan saja, makan di rumah makan mewah bersama
istri dan anak, bukanlah cara yang baik, apalagi bagi suami yang berpenghasilan
rendah.
Di sini,
kebijakan istri hadir dalam bentuk toleransi, dengan melakukan upaya
penghematan pengeluaran, membuat dapur sendiri di rumahnya. Tindakan ini,
memberi signal seolah-olah istri berucap dalam dirinya, “sudahlah wahai
suamiku, aku tahu dan aku menyadari kemampuanmu terbatas, tidak perlu engkau
membawa aku ke rumah-rumah makan mahal di setiap waktu makan, cukup engkau
sediakan beras dan bahan-bahan dapur secukupnya, saya (sebagai istri) akan
meramunya dengan baik, dan masakan yang dimakankanpun dari hasil kerja kerasmu,
dan dari hasil racikan jari manisku”. Semoga-moga ujung jariku yang mengolah
setiap bumbu masakan untukmu menjadi saksi baktiku padamu di akhirat nanti.
Kebijakan
istri dalam bentuk toleransi ini harus dipahami dengan sangat baik oleh suami.
Sebab kenapa, perintah wajib kepada suami untuk memberi istri makan, menjadi
ringan, sebab istri mengambil alih fungsi koki restauran mewah menjadi tugasnya
pada setiap waktu makan, dalam rangka menyediakan makanan kepada suami dan
anaknya. Dan sekali-kali bolehlah wahai suamiku, engkau bawa aku ke tempat
makan yang mahal, dan asing dari biasanya, hanya sekedar ingin makan di suasana
yang lain bersamamu.
Begitu juga
dengan kewajiban yang lainnya, seperti membelikan istri pakaian, membawa ke
tempat-tempat piknik, atau hiburan. Jika saja dikondisikan dengan zaman kini,
akan menghabiskan anggaran yang sangat banyak.
Bayangkan
piknik atau wisata hari ini, dengan luasnya cakrawala informasi, tujuan-tujuan
wisata dunia sangatlah mahal harganya. Dengan demikian, cukuplah adanya
refreseing ditempat-tempat yang mudah dijangkau dan dekat, baik jangkauan
waktu, dan juga jangkauan ekonomi. Tidak perlu jauh untuk berjalan, toh di
setiap pantai di dunia ini, sama-sama punya pasir yang sama.
Perlu
dipahami, hidup berumah tangga bukan hanya sekedar untuk memenuhi kebutuhan
makan, pakaian, piknik, dan lain sebagainya, namun jauh lebih penting dari itu,
bagaimana mendidik dan menciptakan generasi yang jauh lebih baik. Bukankan
menggunakan uang untuk keperluan yang jauh lebih penting sangat diutamakan,
seperti biaya pendidikan untuk generasi berikutnya, atau yang lainnya.
Terakhir,
wahai mempelai yang hari ini sedang berbahagia, harus disampaikan kepadamu,
tugas istri setelah resmi menjadi permaisuri dalam rumah tangga, menunaikan
kewajiban harus segera dilakukan. Wahai dinda Nela Qurrata Aini.....mudah bagi
istri untuk membahagiakan sang pangeran hatinya, perhatikanlah tiga “M”
yakni: mata, makan, dan malu.
Perhatian yang
pertama jaga pandangan matanya. Mata keranjang itu sudah matanya lelaki, istri
tidak boleh mencurigai pandangan mata lelakimu, karena mata itulah dia sa’at
ini menjadi suamimu, karena pandangan matalah kecantikan yang engkau miliki
tidak sia-sia Tuhan berikan, karena kelemahan matanya, kecantikanmu telah menghipnotis
dirinya, sehingga dia tidak sabar ingin mendekatimu, bagaimanapun caranya,
lelaki yang sa’at ini telah menjadi suamimu, ketika dulu sebelum mendapatimu
terus dan terus berusaha untuk mendekatimu, sampai dia memberanikan diri untuk
melamarmu.
Atas apa yang
sudah berlalu adalah masa-masa yang indah yang pernah kalian lalui, dan itu
semua karena pandangan mata telah mampu menarik perhatian atas kecantikan yang
telah engkau nampakkan padanya.
Bahasa yang
lebih mudah dipahami, kecantikan parasmu telah menggoda pandangan mata
laki-laki yang hari ini telah nyata menjadi suamimu wahai putri cantik yang
berhati mulia. Dan laki-laki sangat tidak bisa menahan diri ketika melihat
wanita cantik yang sudah mempengaruhi hati lewat pandangan matanya. Dan
ini sangat sesuai dengan rumus cinta. “Dari mana datangnya lintah, dari sumur turun ke kali, dari mana
datangnya cinta, dari mata turun ke hati”. Ciye....ciye..ciyeeeeeee.
Pandangan mata adalah pandangan
yang menipu......wahai mempelai
wanita....di sini kamu yang sudah menjadi
istrinya harus paham, sebab bagi laki-laki tidak cukup dengan pandangan mata
saja. Pandangan mata hanya memiliki kemampuan merasa bagian luarnya saja. Artinya, mata kepala
hanya memiliki
kemampuan melihat kecantikan luar, sementara mata hati ingin melihat
kecantikan dalam dirimu (manner).
Kecantikan dalam diri tidak
bisa dipoles
dengan alat kecantikan semoderen apapun dan dengan merek kosmetik ternama, namun kecantikan dalam
dirimu, itulah yang disebut dengan akhlak yang baik. Akhlak tidak hadir
seketika, ia hadir dari rangkaian proses yang sangat panjang. Proses ini
dibentuk dengan usaha orang tua Nela
dalam mendidik, baik pendidikan agama dan pendidikan umum.
Sa’at inilah
rangkaian dari pendidikan tersebut, baik di rumah, sekolah, dan lembaga penididikan lainnya
diterapkan kepada suamimu, sehingga mata hatinya benar-benar merasakan
kebahagiaan disa’at hari-hari itu dilalui bersamamu.
Perhatian yang kedua adalah jaga
makanannya, makanan di sini terkait dengan aktifitas yang
dibutuhkan oleh organ bagian perut, bagaimana caranya, istri harus menghidangkan
makanan yang lezat pada suaminya. Masakan seperti apakah itu, tentunya makanan
yang diramu dan dimasak langsung oleh istri dengan tangannya sendiri. Tidak
hanya istri memasak makanannya saja, namun juga menyuapinya.
Makanan yang dimasak oleh istri, dengan tangannya sendiri akan mendatangkan rasa kasih dan sayang yang mendalam, sebab, dari ujung jari seorang perempuan mampu menghipnotis perasaan suami, sehingga semakin sering suami memakan makanan yang dimasak oleh istrinya akan semakin memperkuat rasa kasih dan sayang dalam dirinya.
Dengan demikian, maka tiada lagi
wanita lain di luar sana yang akan mempengaruhi jiwanya serta meanarik perhatiannya.
Memintalah kepada suami untuk selalu makan di rumah bersama dengan masakan
yang engkau masak
sendiri.
Di sini terdapat sebuah pesan, bahwa perempuan itu harus pandai dalam hal tata
boga, dengan tidak melupakan tata busana.
Melayani suami dengan baik juga
bagian dari manajemen diri dalam menempatkan posisi istri sebagai pelayan dalam rumah
tungga, tentunya melayani dalam arti yang wajar. Melayani dengan penuh cinta
kasih, tanpa merasa diri sebagai
objek yang direndahkan, dan juga tidak dipahami oleh suami sebagai sesuatu yang
berlebihan. Istri melayani dianggap seperti pembantu dalam rumah tangga, ini
merupakan sikap yang sangat keliru.
Pelayan di sini adalah dalam pengertian toleransinya istri, yang mana atas toleransi tersebut harus dihargai dengan baik oleh suami, jangankan untuk tergoda dengan wanita yang lain, meliriknyapun tidak boleh lagi dilakukan.
Apalagi yang dilirik itu adalah istri
orang lain . Dalam hal ini, tidak boleh berlaku rumput tetangga lebih hijau
dari rumput di halaman rumahmu sendiri. Artinya, melayani di sini adalah
kemampuan diri istri dalam memahami dan menyayangi suami dengan baik, dan inilah
yang disebut dengan self soft skill.
Sama seperti pandangan mata,
makanan juga dapat dilihat dari dua sisi, baik makanan dalam bentuk suguhan
menu di atas meja, dan juga makanan dalam pengertian sentuhan jiwa. Apakaj itu?.... Makanan jiwa di sini, seperti melayani suami dengan
baik, bertutur kata yang lembut, bahasa yang santun, merayu dengan kata-kata
mesra, melirik dengan manja, mengucapkan dengan penuh kerinduan walaupun baru
sehari saja tidak bertemu, serta tidak muncul rasa curiga yang berlebihan
kepada suami.
Wanita mana
yang tidak memiliki rasa cemburu dalam hatinya, namun cemburu yang wajar, bukan
cemburu yang melahirkan rasa progresif, introver, dan egois. Seolah-olah setiap
celotehannya adalah ucapannya malaikat.
Melepaskan
suami dengan baik ketika ia keluar dari rumah dipagi hari untuk mencari rejeki
dengan penuh doa dan keberkahan, serta menyambutnya kembali dengan senyuman
ketika suami pulang disore harinya. Sikap dengan tutur kata yang lembut
inilah akan membuat suami akan terus merindu untuk pulang menjumpai istrinya.
Dan ini juga bagian dari self soft skill.
Perhatian yang
berikutnya, terkait dengan malu, malu juga dipahami sebagai aurat, dan ini
menjadi alasan utama manusia harus menutupi bagian-bagian yang menjadi batas
auratnya. Dalam hal ini, aurat dipahami dalam dua bentuk.
Pertama, aurat badan. Aurat badan merupakan batas minimal dari
hukum fiqih yang telah ditentukan dalam Islam, baik bagi wanita dan juga bagi
laki-laki. Mudah bagi setiap kita menutupi aurat badan ini, cukup menggunakan
pakaiaan yang sesuai dengan ketentuan, maka perintah menutup aurat badan sudah
dapat dilakasanakan.
Kedua, aurat batin. Aurat ini menjadi polemik serius bagi
kehidupan manusia, penyakit hati adalah bagian yang sulit dicari obatnya,
rakus, iri hati, dengki, kianat, takabbur, sombong akan kemampuan baik materi
maupun pengetahuan, suka merendahkan orang lain, suka menghina, dan penyakit
hati yang lainnya.
Malu dalam
pengertian aurat batin yang berbentuk nafsu syahwat, jalan keluarnya adalah
melangsungkan pernikahan. Ini yang membedakan manusia dengan makhluk yang lainnya.
Penekanannya di sini, untukmu istri, layanilah suamimu dengan baik di
rumah-rumahmu. Dan ini juga berlaku untuk suami, perlakukanlah istrimu dengan
baik di pondok cintamu.
Tentunya, asas
kondisioner berlaku di sini, walaupun istri wajib melayani suami kapan saja,
namun faktor kesiapan, baik mental, kesehatan, mood, perasaan, dan juga
semangat, mesti diperhatikan oleh suami. Tidak selamanya istri sanggup melayani
suaminya di ranjang dengan baik.
Salah satu
tujuan dari pernikahan adalah agar manusia dapat menutup aurat batinnya dengan
penyaluran nafsu seksual pada tempatnya, sementara untuk mendapatkan keturunan
adalah bonusnya. Maka dengan demikiian, jangan pernah bersedih bagi siapa saja
yang sudah melangsungkan pernikahan yang belum juga mendapatkan keturunan
sebagai bonusnya.
Namanya saja
bonus, maka boleh ada dan boleh juga tidak. Terkait dengan “M” yang terakhir
menurut Kiai Muda yang berasal dari negeri Makasar adalah “malu” yang
harus ditutup rapat-rapat, sehingga tidak ada sedikitpun celah untuk diobral
kepada yang lain, kecuali pada pasanganmu yang sudah ada ikatan nikah.
Amfat Es Dot
Fil................Bandung, 19 Desember 2020
Komentar
Posting Komentar